Selasa, 22 April 2014

“AKU MENINGGALKANNYA KARENA ALLAH” & “MEMILIH YANG TERBAIK DIANTARA AMAL SHOLEH”

Share it Please
“AKU MENINGGALKANNYA KARENA ALLAH”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا للهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah ‘Azza wa Jalla, kecuali Allah akan menggantikannya bagimu dengan yang lebih baik bagimu” (HR Ahmad no 23074)
Fiqh Hadits:
PERTAMA: Lafal ( شَيْئًا= sesuatu), adalah kalimat nakiroh dalam konteks kalimat nafyi (negatif) memberikan faedah keumuman. Artinya “sesuatu” apa saja yang engkau tinggalkan karena Allah…
Bisa jadi sesuatu yang ditinggalkan adalah:
(1) Perkara yang haram yang sangat mungkin ia lakukan, akan tetapi ia meninggalkannya karena Allah, seperti:
  • · Seseorang yang kaya raya karena bekerja sebagai pegawai instansi yang berpenghasilan riba, lalu ia meninggalkan pekerjaan yang menggiurkan tersebut.
  • · Seseorang yang hatinya tergerak untuk bermaksiat, sangat berkesempatan untuk berzina, atau untuk menyaksikan tayangan-tayangan yang haram dan vulgar, lalu ia meninggalkannya karena Allah
  • · Seseorang yang diajak untuk bermaksiat…akan tetapi ia meninggalkannya karena Allah.
(2) Perkara yang halal, akan tetapi ditinggalkan karena ada kemaslahatan yang besar. Contohnya:
  • · Seseorang memiliki harta untuk membeli sesuatu yang ia sukai, akan tetapi ada panggilan untuk melaksanakan ibadah umroh yang juga membutuhkan dana yang besar, maka iapun meninggalkan perkara yang ia sukai karena Allah demi menjalankan ibadah umroh
  • · Seseorang yang memiliki harta untuk membeli kebutuhannya, akan tetapi ternyata ada kerabatnya atau saudaranya sesama muslim yang membutuhkan bantuannya, maka iapun meninggalkan untuk membeli kebutuhannya tersebut demi untuk membantu saudaranya tersebut.
  • · Seseorang yang dipanggil untuk bertamsya gratisan, dan ia sangat senang untuk melakukan tamasya tersebut, akan tetapi ternyata jadwal tamasya tersebut bertepatan dengan jadwal pengajian. Lalu iapun meninggalkan tamasya tersebut agar bisa mengikuti pengajian.
(3) Perkara yang telah digariskan oleh Allah, terpaksa ia tinggalkan, akan tetapi ia meninggalkannya dengan niat karena Allah.Contohnya: seseorang yang terpaksa meninggalkan harta dan tanah kelahirannya karena ditekan oleh orang-orang kafir. Meskipun bentuknya ia meninggalkan harta dan tanah kelahirannya secara terpaksa karena intimidasi kaum kuffar, akan tetapi jika ia meninggalkannya karena Allah maka ia telah masuk dalam keumuman hadits di atas.
KEDUA: Lafal (  لِلَّهِ= “Karena Allah“), mengingatkan bahwa motivasi untuk meninggalkan “sesuatu” tersebut harus semata-mata karena Allah. Karenanya tidaklah termasuk dalam kategori “Karena Allah”:
  • · Seseorang yang meninggalkan kemaksiatan akan tetapi semata-mata karena takut cibiran dan celaan masyarakat
  • · Seseorang yang meninggalkan kemaksiatan karena takut kesehatannya terganggu. Seperti seseorang yang meninggalkan rokok dan bir, karena khawatir akan terkena penyakit paru-paru atau penyakit yang lainnya.
  • · Seseorang yang meninggalkan kemaksiatan karena ingin dipuji oleh masyarakat.
  • · Seseorang yang meninggalkan pekerjaan yang haram karena tidak enak sama teman-temannya.
Karenanya permasalahan “Karena Allah” merupakan perkara yang sangat urgen, karena ini adalah penentu tentang terwujudkannya janji Allah untuk penggantikan dengan yang lebih baik dari perkara-perkara yang ditinggalkan.
KETIGA: Lafal (بَدَّلَكَ اللهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ منه = Allah akan menggantikan yang lebih baik bagimu daripada yang kau tinggalkan)
Lafal (ما = yang lebih baik) adalah ما al-maushuulah, yang dalam kaidah juga memberikan faedah keumuman. Karenanya bisa jadi:
  • · Allah menggantikan sesuatu yang ditinggalkan karena Allah dengan perkara yang sejenis dengan perkara yang ditinggalkan, hanya saja lebih baik
  • · Allah mengganti dengan perkara yang lebih baik akan tetapi tidak sejenis dengan perkara yang ditinggalkan
  • · Allah menggantikan baginya dengan menghilangkan atau memalingkan darinya musibah atau bencana atau kesulitan yang tadinya akan menghadangnya.
KEEMPAT: Contoh-contoh kisah akan bukti hadits ini
Realita banyak mencontohkan akan bukti hadits ini, diantaranya:
(1) Para sahabat kaum muhajirin yang harus meninggalkan tanah air mereka, rumah, serta harta mereka demi untuk berhijrah ke Madinah sehingga bisa beribadah kepada Allah dengan baik tanpa diintimidasi oleh kaum musyrikin Arab. Akhirnya Allah menggantikan bagi mereka harta yang lebih banyak dan kekuasaan serta kemenangan atas kaum musyrikin. Bahkan Allah menjadikan mereka menguasai kembali tanah air mereka Mekah. (lihat Tafsiir Ibnu Katsiir 4/572)
(2) Kisah Nabi Sulaiman ‘alaihis salaam yang meninggalkan kuda-kuda kesenangannnya dengan menyembelih kuda-kuda tersebut karena kuda-kuda tersebut telah melalaikan beliau hingga tidak sempat sholat di petang hari hingga matahari tenggelam. Ia pun menyembelih kuda-kuda tersebut dan disumbangkan karena Allah.
Akhirnya Allah pun menggantikan kuda-kuda tersebut dengan angin yang mengalir dengan cepat dan mengalir ke arah yang dikehendaki oleh nabi Sulaiman ‘alaihis salaam. (Lihat Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan hal 712)
(3) Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam yang harus meninggalkan kaumnya, meninggalkan kerabat dan keluarganya yang menyembah patung, lalu berhijrah menuju Palestina, maka Allah pun menggantikan baginya anak-anak yang sholeh. Diantaranya Ishaq ‘alaihis salaam yang akhirnya dilahirkan oleh Sarah yang telah mencapai masa monopouse.
Allah berfirman: “Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya’qub. dan masing-masingnya Kami angkat menjadi Nabi” (QS Maryam : 49) (lihat kitab Tafsiir As-Sirooj Al-Muniir karya Asy-Syirbini 2/340)
Tentunya meninggalkan kerabat dan kampung halaman merupakan perkara yang berat, akan tetapi Ibrahim ‘alaihis salam meninggalkannya karena Allah. (Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan hal 494)
(4) Barang siapa yang menjaga pandangannya dengan meninggalkan memandang perkara-perkara yang haram, maka Allah akan memberikan cahaya pada pandangannya dan menambah manis imannya. (lihat Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan hal 566)
(5) Kisah tentang Aisyah radhiallahu ‘anhaa yang sedang berpuasa, lalu ada seorang miskin yang meminta makanan kepada Aisyah, sementara Aisyah tidak memiliki kecuali hanya sepotong roti. Lalu Aisyah memerintahkan budak wanitanya untuk memberikan sepotong roti tersebut kepada sang miskin, maka sang budak berkata, “Engkau bakalan tidak memiliki makanan untuk berbuka puasa”. Akan tetapi Aisyah tetap memerintahkannya untuk memberikan roti tersebut kepada sang miskin. Maka ternyata tatakala sore hari ada seseorang yang memberikan hadiah seekor kambing yang sudah dimasak untuk Aisyah. (Lihat Tafsiir Al-Qurthubi 18/26)
(6) Kisah tentang Ummu Sulaim yang anaknya meninggal lalu tatkala datang sang suami maka iapun menghias dirinya untuk merayu sang suami –Abdullah bin Abi Tholhah- yang baru datang dari safar agar terlalaikan berita kematian anaknya. Ummu Sulaim telah sabar tatkala harus meninggalkan anaknya yang meninggal tersebut. Akhirnya ternyata hubungan antara ia dan sang suami tatkala itu dan seterusnya membuahkan sembilan orang anak semuanya adalah qori’ al-Qur’an (lihat Syarah Shahih Al-Bukhari karya Ibnu Bathhool 3/285)
(7) Sebuah kisah yang disebutkan dalam kitab Tafsir Al-Bahr Al-Madid karya Ibnu ‘Ajiibah Abul ‘Abbaas Al-Faasi tentang seorang pemuda penuntut ilmu yang tinggal di daerah Faas. Suatu hari ada seorang ibu keluar bersama putrinya yang cantik jelita. Maka ternyata sang putri ketinggalan dari ibunya sehingga akhirnya tertahan hingga malam hari. Maka ia pun melihat dari kejauhan sebuah pintu yang nampak ada lampu nyala dibalik lampu tersebut. Lalu ia mengintip di balik pintu tersebut ternyata ada seorang penuntut ilmu yang sedang membaca buku. Maka dalam hati putri cantik ini ia berkata, “Jika tidak ada kebaikan pada pemuda ini maka tidak ada kebaikan pada seorangpun”. Maka iapun memberanikan diri untuk mengetuk pintu, lalu dijawab oleh sang pemuda. Lalu sang putri pun menceritakan tentang kondisinya yang ketinggalan ibunya, dan ia khawatir jika ia berjalan di malam hari akan ada orang yang mengganggunya. Maka akhirnya sang pemuda merasa wajib baginya untuk menjaga putri tersebut. Lalu iapun memasukan putri tersebut dalam rumahnya, lalu ia menjadikan penghalang berupa tikar antara ia dan sang putri, lalu iapun melanjutkan membaca buku. Lalu datanglah syaitan menggodanya. Akan tetapi karena keberkahan ilmu maka Allah pun menjaga pemuda ini. Iapun segera mengambil api lampu lalu iapun menggerakan jarinya ke lampu tersebut, satu demi satu jari-jarinya ia letakkan di api lampu tersebut hingga membakar jari-jarinya. Sang wanita mengintip sikap pemuda tersebut dan ia takjub dengan sikap tersebut. Sementara sang pemuda terus memanasi jarinya. Lalu sang pemuda memanaskan jari-jarinya dari tangannya yang satunya lagi, hingga akhirnya tiba pagi hari dan nampak cahaya terang, maka iapun mempersilahkan sang putri untuk keluar dari rumahnya dan segera pulang. Akhirnya sang putripun pulang ke rumahnya dan menceritakan tentang kisah sang pemuda. Maka segeralah ayah sang putri mendatangi majelis ilmu dan mengabarkan tentang kisah sang pemuda kepada syaikh/guru di majelis tersebut. Maka sang guru  meminta agar seluruh para penuntut ilmu mengeluarkan kedua tangan mereka. Seluruh muridpun mengeluarkan kedua tangan mereka kecuali sang pemuda. Maka syaikh pun tahu siapa pemuda tersebut, lalu akhirnya sang ayah menikahkan sang pemuda dengan putrinya tersebut” (Al-Bahr Al-Madiid 3/375)
Karenanya yakinlah jika anda meninggalkan sesuatu benar-benar tulus semata-mata karena Allah maka pasti Allah akan menggantikan dengan yang lebih baik. Sungguh hati ini sangat terharu tatkala mengetahui ada seorang pegawai bank yang akhirnya meninggalkan pekerjaan ribanya lalu kemudian dengan sabarnya menjadi seorang penjual bakso. Allah pasti akan menggantikan baginya yang lebih baik, apakah di dunia maupun di akhirat, cepat atau lambat.
Ditulis di: Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
Oleh: -Abu Abdilmuhsin- Firanda Andirja,Lc,MA
Artikel: www.firanda.com
“MEMILIH YANG TERBAIK DIANTARA AMAL SHOLEH”
Imam adz-Dzahabi[1] menukil subuah kisah dalam biografi imam besar ahli hadits dari generasi atba’ut tabi’in, imam Malik bin Anas al-Ashbuhi al-Madani (wafat tahun 179 H)[2], kisah tersebut sebagai berikut:
Seorang ahli ibadah yang tinggal di kota Madinah, yaitu ‘Abdullah bin ‘Umar bin Hafsh al-‘Umari pernah menulis sebuah surat yang berisi nasehat kepada imam Malik untuk memotivasi beliau agar lebih banyak menyendiri dan mengerjakan amal shaleh, karena imam Malik setiap hari disibukkan dengan kegiatan menyampaikan dan meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah  kepada para penuntut ilmu hadits yang datang ke Madinah pada saat itu.
Kemudian imam Malik menulis (surat balasan) kepadanya (yang isinya): “Sesungguhnya Allah telah membagikan amal-amal shaleh sebagaimana Dia membagikan rezki-Nya untuk (manusia). Sehingga boleh jadi seseorang dibukakan (pintu kebaikan) baginya dalam (ibadah) shalat (dengan rajin mengamalkan shalat-shalat sunnah) tapi tidak dibukakan (pintu kebaikan) baginya dalam (ibadah) puasa, sementara orang lain ada yang dibukakan (pintu kebaikan) baginya dalam bersedekah (dengan banyak berinfak di jalan Allah) tapi tidak dibukakan (pintu kebaikan) baginya dalam (ibadah) puasa, ada juga orang yang dibukakan (pintu kebaikan) baginya dalam berjihad (di jalan Allah , tapi tidak dibukakan pintu kebaikan baginya dalam ibadah lainnya). Maka (kegiatan) menyebarkan ilmu (hadits-hadits Rasulullah) termasuk amal kebaikan yang paling utama, dan sungguh aku telah ridha dengan (pintu kebaikan) yang telah dibukakan Allah untukku dalam menyebarkan ilmu (petunjuk Rasulullah). Aku tidak merasa amal yang aku lakukan ini (keutamaannya) di bawah amal yang anda lakukan, dan aku berharap (kepada Allah) agar kita berdua (selalu) di atas kebaikan dan ketaatan (kepada-Nya)”.
Kisah ini menggambarkan tingginya pemahaman agama para ulama terdahulu (salaf), karena mereka memahami keutamaan masing-masing amal shaleh untuk kemudian mereka memilih amal yang paling utama di antaranya.
Jawaban imam Malik di atas bukan berarti beliau menolak nasehat untuk lebih giat dalam beribadah kepada Allah, akan tetapi beliau hanya ingin menjelaskan bahwa kegiatan rutin yang beliau tekuni, yaitu mengajarkan ilmu tentang sunnah Rasulullah, adalah termasuk amal shaleh yang paling utama di sisi Allah, karena dengan mengenal sunnah Rasulullah manusia akan bisa beribadah kepada Allah dengan benar sesuai dengan keridhaan-Nya. Dalam hal ini, imam Ibnul Mubarak berkata: “Aku tidak mengetahui setelah kenabian, tingkatan/kedudukan yang lebih utama daripada menyebarkan ilmu (tentang sunnah Rasulullah)”[3].
Imam Malik sendiri adalah seorang imam panutan yang terkenal dengan sifat-sifat mulia dan tekun beribadah kepada Allah [4].
Beberapa pelajaran berharga yang dapat kita petik dari kisah di atas:
  • · Luasnya rahmat dan karunia Allah  bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, karena Dia  mensyariatkan banyak jalan kebaikan dan amal shaleh dalam Islam untuk mencapai keridhaan-Nya, sehingga jika seorang hamba tidak mampu mengamalkan suatu amal shaleh tertentu maka dia bisa mengamalkan amal shaleh lainnya yang sesuai dengan kemampuannya. Allah berfirman: Dengan kitab itulah (al-Qur’an) Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan-jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari kegelapan-kegelapan kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus” (QS al-Maaidah:16).
  • · Amal-amal shaleh dalam Islam memiliki kedudukan dan keutamaan yang berbeda-beda, maka orang yang diberi petunjuk untuk memahami agama Allah  bisa menilai keutamaan masing-masing amal shaleh tersebut untuk kemudian memilih yang terbaik untuk dirinya.
  • · Yang diperhitungkan dan dinilai di sisi Allah  dari amal perbuatan manusia adalah kwalitas amal  dan bukan sekedar kwantitasnya. Nilai kwalitas amal tergantung dari keikhlasan dalam hati dan kesesuaian amal tersebut secara lahir dengan praktek yang dicontohkan oleh Rasulullah . Inilah makna firman Allah: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang paling baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS al-Mulk: 2).
Arti “amal yang paling baik” adalah yang paling ikhlas karena Allah  semata dan paling sesuai dengan petunjuk Rasulullah [5].
  • · Kedudukan mulia di sisi Allah  dicapai dengan melaksanakan seluruh kewajiban yang Allah  perintahkan dalam Islam, kemudian menyempurnakannya dengan amal-amal shaleh yang bersifat anjuran, inilah cara untuk meraih predikat sebagai wali (kekasih) Allah . Dalam hadits qudsi Allah  berfirman: “Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (amal shaleh) yang lebih Aku cintai daripada amal yang Aku wajibkan kepadanya (dalam Islam), dan senantiasa hamba-Ku itu mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal shaleh yang dianjurkan (dalam Islam) sehingga Akupun mencintainya”[6].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Follow The Author