Jumat, 30 Januari 2015

Pengertian,Makna,dan Proses tentang Spiritualitas

Share it Please

Jika kita berbicara mengenai spiritualitas, seolah-olah kita dibawa ke tempat yang jauh di luar diri kita. Suatu tempat yang sulit untuk dijangkau. Suatu proses pencapaian yang sulit dibayangkan dan karenanya menjadi kelihatan tidak mungkin. Apakah memang benar demikian? Marilah kita urai sedikit demi sedikit tentang apa sebenarnya "Spiritualitas" itu.

MAKNA SPIRITUALITAS


Segala puji Bagi Allah, Maharaja Yang Bijak, Yang Maha Pemurah lagi Pemulia, Sang Pemulia Yang Mulia, Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Bijaksana. Dia-lah yang menciptakan Manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya; membentangkan langit dan bumi dengan kekuatan kuadrat-Nya; mengatur segala urusan dengan hikmah-Nya; dan tidak ada Ia ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada–Nya. Salawat dan salam semoga melimpah ruah kepada penghulu segala Rasul Allah beserta seluruh keluarganya yang baik lagi suci. Semoga Allah SWT menyelamatkan dan memuliakan mereka hingga hari Pembalasan.
            Jika kita berbicara mengenai spiritualitas, seolah-olah kita dibawa ke tempat yang jauh di luar diri kita. Suatu tempat yang sulit untuk dijangkau. Suatu proses pencapaian yang sulit dibayangkan dan karenanya menjadi kelihatan tidak mungkin. Apakah memang benar demikian? Marilah kita urai sedikit demi sedikit tentang apa sebenarnya spiritualitas itu.
            Spiritualitas berasal dari kata dasar "spirit" yang dalam kamus diterangkan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan jiwa manusia. Memang dalam bahasa Inggris, 'spirit' bisa juga berarti roh atau hantu, atau sesuatu keadaan gaib yang berada di dalam dan di luar manusia. Kita tentunya tak hendak membicarakan persoalan yang tidak memiliki koneksi langsung dengan manusia karena proses pemahamannya akan membutuhkan waktu yang terlalu lama.
            Marilah kita menggunakan pengertian  dasar kata 'spirit' itu yang berhubungan langsung dengan manusia dan dimiliki oleh setiap manusia. Jadi, definisi yang kita gunakan untuk 'spirit' adalah jiwa manusia dan 'spiritualitas' adalah sesuatu yang ada dan berhubungan dengan jiwa manusia. Mengapa jiwa manusia? Ya, karena kita hendak bicara tentang manusia dan semua manusia yang ada di dunia ini memiliki jiwa. Lalu bagaimana kita akan dapat memahami spiritualitas itu? Bahasan-bahasan di bawah ini akan menerangkan pada Anda tentang prinsip dasar spiritual yang tentunya dapat Anda gunakan untuk memahami secara personal tentang apa itu spiritual.
            Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita bicara sedikit tentang manusia dan jiwa. Setiap orang tentu paham dan mengerti sepenuh hati bahwa manusia ini terdiri dari tubuh dan jiwa. Eksistensi jiwa dapat diproyeksikan melalui pikiran, karena secara umum memang aktivitas jiwa dapat diketahui dengan pola kerja pikiran yang termanifestasikan melalui kata-kata atau perbuatan. Jadi sangat wajar jika orang yang tidak dapat lagi berpikir runtut secara umum dapat dikatakan sebagai 'lali jiwa' atau 'lupa jiwa' atau ‘gila’.
            Jiwa secara lebih mendalam dapat disejajarkan dengan hidup itu sendiri dan hidup memang runtut serta mengikuti hukum-hukum universal yang telah ditentukan (mutlak). Tapi kenapa orang yang 'lali jiwa' itu dapat dikatakan masih hidup? Yah, karena memang dia hanya 'lali jiwa' secara umum, akan tetapi orang itu tidak sepenuhnya meninggalkan jiwa. Yang terjadi adalah ia 'lupa jiwa' sehingga pikirannya tidak bisa memproyeksikan eksistensi jiwa yang termanifestasikan melalui kata-kata dan perbuatan menurut hukum kehidupan.
            Walaupun sebagian besar manusia telah merasa puas dengan pekerjaan dan penghasilan yang mereka dapat, dan sedikit sekali memberikan perhatian kepada persoalan spiritual, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang mempunyai keinginan dalam dirinya untuk mengenal dan mengetahui tentang kebenaran yang hakiki. Dorongan hati yang tersembunyi itu bisa saja tidak terlalu menonjol dalam diri seseorang sehingga tidak terlihat dipermukaan tetapi konsepsi spiritual tersebut bisa saja sewaktu-waktu bangkit.
            Sebagian orang sesat serta orang-orang munafik menganggap Tuhan adalah ilusi semata. Di sisi lain, dalam waktu bersamaan mereka tetap masih mempercayai tentang adanya ‘kebenaran abadi’ tatkala kemurnian hati, dimana wajah mereka orang berhati suci merupakan kenyataan dari alam semesta, pada waktu bersamaan menemukan berbagai macam ketidakstabilan dan kehampaan diri. Syaiful menyadari bahwa keberadaan dunia ini adalah cermin adanya kebenaran abadi. Perwujudan ini tidak mengenal batas apa pun tentang kesenangan, malah kesenangan tersebut didalam pandangannya menjadi tidak bermakna apapun.
            Anggapan tersebut memberikan pedoman dasar yang berkaitan dengan dorongan pengetahuan spiritualitas yang menggambarkan minat Syaiful M. Maghsri  pada persepsi tentang alam semesta, menumbuhkan cinta pada Allah dalam hatinya. Tarikan yang dirasakan dari dorongan kuat ini membuat Syaiful melupakan segalanya dan memberikan pengaruh dalam hati Syaiful. Hal tersebut memberikan pedoman dalam keimanan kepada sang ghaib dengan lebih nyata, dibandingkan dengan semua yang dapat didengar dan diraba. Tarikan tersebut juga merupakan dasar agama yang melahirkan keimanan kepada Allah. Tidak dapat dikatakan menjadi sebuah makna spiritualitas yang baik, bila keberimanannya tersebut disebabkan pengharapannya untuk mendapatkan pujian atau karena ketakutan pada hukuman-Nya. Akan tetapi idealnya adalah karena ingin mengenal dan mencintai-Nya semata, bukan karena alasan apa pun yang melatar belakanginya.

Syaiful M. Maghsri memaparkan dengan spiritual akan dapat menguak penyebab masalah-masalah yang sesungguhnya. Masalah dapat terjadi karena merupakan pembalikan dari kebenaran hakiki, kebenaran ilahiah. Yang selalu nampak dalam indera kita adalah apa yang ada di permukaan dan bukan apa yang sebenarnya. Manusia tidak bisa dan tidak akan mungkin menemukan kebenaran hakiki dalam pengalaman-pengalaman yang terjadi pada masa lalu. Ia hanyalah bentuk dari pola pengulangan dan yang dapat manusia pelajari hanyalah bagaimana pola itu bekerja dalam kehidupan. Manusia harus bergerak lebih maju melampaui segala berpengalaman dan masa lalu.

            Syaiful M. Maghsri menjelaskan dalam ceramahnya bahwasanya kita dapat memahami atmosfer spiritual yang bergerak maju menurut tata harmonisasi dalam kehidupan pribadi kita. Kebaikan, tak saling mengungguli, keutuhan dan peningkatan kualitas adalah bagian dari kerangka kerja alam semesta. Pengingkaran dan penolakan terhadap sistem alam semesta adalah kehancuran yang tak tergantikan.
            Karena proses yang senantiasa maju seperti halnya ruang dan waktu maka dengan sendirinya harus mampu meninggalkan masa lalu kita yang lebih terbentuk karena prinsip keterbatasan. Kita harus memiliki kehidupan diri sendiri, menjalani kehidupan kita sendiri. Kita tidak perlu menjalani kehidupan orang lain, apakah itu: saudara, istri-suami, kawan, orang tua atau bahkan idola kita. Kehidupan yang hanya menurut arahan kehidupan orang lain atau kehidupan yang hanya dijalani berdasarkan pada kehidupan orang lain akan menjadikan diri seperti katak dalam tempurung.
            Spiritualitas mengubah segala sesuatu ke kondisi kesadaran. Seluruh esensi kerja spiritualitas adalah bahwa ia mengubah kesadaran dan menghasilkan perubahan segala sesuatu dan bentuk. Segala sesuatu adalah bentuk kesadaran atau energi yang termanifestasikan. Konsep realisasi kesadaran spiritual ini adalah menurunkan ide-ide spiritual tingkat tinggi ke bentuk fisik yang bisa di raba dan kasar. Bentuk fisik yang bisa terjangkau oleh perangkat indera manusia.    
            Syaiful M. Maghsri meyakini bahwa yang menjadi titik penting dari semua spiritualitas yaitu salah satu cara sempurna dalam menjalani ibadah, berdasarkan cinta, bukan karena menginginkan sesuatu keuntungan ataupun oleh ketakutan. Ini adalah jalan untuk memahami fakta yang mendalam tentang makna spiritualitas ketika dibandingkan dengan yang terlihat dari bentuk luarnya.
            Syaiful  menyadari tantangan terasa semakin berat jika memperhatikan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah. Sementara putaran roda zaman sedemikian kuat dan mendorong untuk menempatkan urusan agama (spiritualitas) sebagai kebutuhan sekunder. Amat sedikit ruang dan waktu yang diberikan kepada Syaiful untuk merenungkannya lebih mendalam bahwa dirinya adalah seorang makhluk Tuhan yang beragama dan sebenarnya hanya memiliki satu tugas, yakni beribadah. Untuk siapa pun yang menyadari makna penting dari kedudukan sebagai seorang hamba, tidak ada jalan lain kecuali menaati semua perintah-Nya. Allah berfirman, “Dan Aku Tuhan Kamu sekalian, beribadahlah kepada–Ku”(QS. Al–An Biya [21]:25), “ini adalah ganjaran bagi kamu atas usaha kamu yang bersyukur,”(QS. Al–Insan 76:22). Dengan pendek kata siapa pun yang taat, dialah yang beruntung, bahagia selama-lamanya. Tapi yang tak mau taat, maka rugi dan celakalah dia, sebab waktu yang telah berlalu tak dapat dipanggil kembali.
Namun demikian masih ada juga yang sampai kepada tujuannya dan berhasil mencapai apa yang dikejarnya. Renungan akan makna spiritualitas diperoleh Syaiful dengan cara memperhatikan bagaimana Syaiful mulai menemukan metode, alat dan perlengkapan yang diperlukan serta tekun meniti metodenya yang dijalaninya sehingga Syaiful benar-benar berada dalam lindungan dan bimbingan IIlahi. Keterikatan membuat tidak ada lagi alasan, apalagi berandai-andai untuk menemukan dalih dan bukti untuk memutuskan keterikatan hati dengan pencipta-Nya. Seketika itu akan bergerak lurus menempuh jalan keselamatan. Tidak ada lagi keraguan dan bimbang, benar-benar merasa aman dengan semua bisikan nurani akan keberadaan jalan Ilahi dan kekokohan syariat melalui suri teladan Nabi-Nya-sebagai satu-satunya jalan yang harus Syaiful tempuh dengan tulus. Untuk itu, menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya merupakan suatu kenyataan yang harus ditempuh Syaiful dengan keyakinan. Semuanya dijalani dengan kebersihan nurani dan kejernihan akal pikiran.
            Pengarahan semangat diri dan pengarahan segenap kehendak pada Allah harus dipandu seorang pembimbing. Lalu, apa yang harus dilakukan oleh seorang Syaiful M. Maghsri sebagai pembimbing peserta pelatihan Bioenergi yang begitu berhasrat dalam mengikuti jalan spiritual dan memusatkan diri pada Allah? Jawabannya sederhana: Syaiful membimbing setiap peserta pelatihan Bioenergi sesuai dengan tingkat energi  rohaninya. Orang yang memiliki persiapan tinggi menurut Syaiful adalah dapat langsung menempuh wilayah yang sempurna (al-walayah al-kamilah). Orang yang tingkat persiapannya lebih rendah dapat menempuh jalan yang lebih ringan dan tidak terlalu rumit. Dan orang yang kadar kondisi rohaninya lebih rendah lagi, ia dapat menempuh jalan sesuai dengan kemampuannya.

HAMBATAN - HAMBATAN DALAM PERJALANAN SPIRITUALITAS ITU

  Dalam menempuh jalan spiritualitas, hambatan-hambatan yang dihadapi Syaiful dalam perjalanannya adalah bagaimana belajar tentang akhirat dan metode-metode peribadatan, baik secara otodidak maupun melalui bimbingan alim ulama (guru). Syaiful tidak pernah berhenti mencari, diiringi dengan permohonan agar Allah senantiasa memberikan taufik-Nya. Dalam renungannya, Tuhan menyuruh Syaiful agar berhati-hati jangan sampai kufur, agar tidak melakukan bermacam-macam maksiat. Allah SWT telah menetapkan adanya pahala yang kekal bagi siapa pun yang mentaati-Nya, demikian pula sebaliknya, ia pun akan mendapat siksa yang kekal pula jika mendurhakai dan berpaling dari-Nya.
Setelah mengenal Tuhan, maka permasalahan selanjutnya adalah bagaimana Syaiful menemukan pola beribadah yang benar kepada-Nya. Masalah ini bukan saja berkenaan dengan perkara mengenai tatacara, namun lebih dalam dari itu, yakni menemukan sejumlah cara dan persyaratan yang dibutuhkan agar mampu berkhidmat kepada–Nya secara lahir-batin. Prosesnya secara teknis adalah Syaiful memperoleh keyakinan yang kokoh dengan bantuan tauhid, selanjutnya mempelajari ilmu fiqih, kemudian beribadah sesuai dengan tata aturan lahiriah dan akhirnya memperoleh makna batiniah dalam melakukan ibadah.

Dalam proses ini, maka hal segera tersibak dalam sanubari Syaiful M. Maghsri yang sedang menempuh jalan spiritual  yaitu terbukanya tirai kejahilan dan semangkin menyadari banyaknya dosa yang telah ia kerjakan. Pada tahapan ini, Syaiful harus menemukan kesucian diri dengan bertobat. Ia harus membersihkan diri dari maksiat, menyesali semua kekeliruan yang telah dilakukannya serta mohon agar semua dosanya diampuni Allah SWT. Syaiful memohon agar Allah SWT sudi membersihkan dirinya dari kotoran-kotoran dosa, ia harus mengenali betul semua jenis maksiat yang telah  dilakukannya dan harus menempuh sejumlah tatacara agar tobatnya bisa disebut dengan taubatan nashûhâ- tobat yang sebenar-benarnya tobat. Setelah sejumlah tata cara dan prosedur tobat telah dilakukan, maka Syaiful M. Maghsri merasa rindu untuk melakukan ibadah dan semangkin kokoh untuk menempuh jalan spiritual. Syaiful merenung kembali dan tiba-tiba disekitarnya terdapat hambatan-hambatan yang mengepung dirinya, menghalanginya untuk konsisten dan fokus di jalan ibadah.

            Hambatan-hambatan yang dialami Syaiful antara lain berupa dunia, makhluk,  setan serta hawa nafsunya sendiri. Untuk mengahadapinya tak ada pilihan lain, kecuali harus menjauhkan dan menyingkirkan hambatan-hambatan ini agar mampu mencapai tujuan jalan spiritual. Inilah yang disebut “mengenal hambatan menuju jalan spiritual”. Dalam hal ini, Syaiful harus meniti jalan spiritual seperti di bawah ini:  
Pertama, tajarrud‘anid-dunya (membulatkan hati, sampai tak bisa ditipu oleh dunia).
Kedua, memelihara diri supaya tidak bisa disesatkan oleh makhluk.
Ketiga, memaklumkan perang kepada setan (sebab kalau tidak diperangi, setan akan terus saja menghalangi)
Keempat, menaklukan nafsu sendiri. Ini merupakan hal yang paling susah sebab tidak bisa dikikis habis sama sekali dan tentunya tidak mungkin terjadi. Hal yang harus dilakukan adalah mengarahkan dan mengelola nafsu menuju ke arah yang benar dan lebih baik. Nafsu memang ada gunanya, namun hal itu jangan sampai menguasai kita. Setiap orang takkan bisa mengikis habis hawa nafsunya sama sekali. Jika memang bisa, celakalah dia karena bisa jadi dia bukan manusia lagi.
            Setelah menyadari semua ini, kini Syaiful M. Maghsri akan dihadapkan dengan sejumlah hambatan-hambatan yang mungkin saja dapat menjatuhkannya ke dalam jurang curam dan gagal menemukan tujuan jalan spiritualitasnya. sejumlah hambatan itu antara lain :
Pertama, rezeki. Masalah yang akan ia hadapi adalah sejumlah pertanyaan seperti : bagaimana makanku, pakaianku, bekal keluarga dan sebagainya.
Kedua, sejumlah kekhawatiran mengenai berbagai kemungkinan bahaya yang mungkin ia temui yang berujung pada kebimbangan tiada henti.
Ketiga, prediksi mengenai terjadinya bermacam-macam kesulitan dan masalah. Disini ia bertekad untuk melawan setan dan menundukkan nafsunya yang amat besar sebagai akibat dari kebimbangan yang menerpa dirinya.
Keempat, masalah kesiapan menghadapi sejumlah takdir Allah yang tidak semuanya terasa manis. Sebab yang manis menurut manusia belum tentu manis menurut Allah, demikian pula sebaliknya yang terasa pahit menurut akal sehat manusia belum tentu pahit menurut Allah.
            Inilah yang dimaksud  dengan metode kempat yakni menaklukan godaan. Dalam tahapan ini, hal yang dipertaruhkan Syaiful adalah tingkat dan derajat ketawakalannya dan keridaannya kepada semua takdir Allah. Tentu saja takdir ini ia terima dengan ridho setelah HM. Syaiful M. Maghsri bekerja keras dan berjuang sepenuh tenaga. Setelah semua godaan berhasil ia lalui, maka dengan izin Allah SWT Syaiful telah lulus menempuh tanjakan ini. Dengan izin Allah pula, ia mampu kembali ke jalan spiritual.
            Tantangan selanjutnya adalah bahwa setelah Syaiful merasakan nikmatnya beribadah, Syaiful kembali merasakan kelesuan, lemah, malas, tidak bersemangat dan tidak terdorong untuk beramal sosial sebagaimana mestinya. Ia kembali dihadapkan pada hambatan nafsu yang mengarah pada sikap lalai dan senang-senang, istirahat, menganggur serta tidak mau bekerja keras. Bahkan dalam keadaan ini, ia memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal yang tidak ada gunanya bahkan mengarah kepada bencana dan memperbodoh diri. Lama kelamaan nafsu menguasai dirinya sehingga amatlah mudah ia melakukan tindakan jahat dan durhaka.
            Dalam keadaan ini, Syaiful M. Maghsri harus mampu mempertahankan motivasinya untuk terus beribadah dengan memasuki maqam khauf dan rajâ’ (harap dan cemas). Ia selalu berharap mendapatkan ganjaran besar dari Allah SWT. Syaiful juga menyadari dengan sepenuh hati untuk mengkhawatirkan segala siksanya kelak sebagai ganjaran dari semua perbuatan maksiatnya selama ini. Inilah yang dimaksud dengan metode kelima yakni membangkitkan motivasi-motivasi yang akan mendorong Syaiful untuk konsisten di jalannya. Dengan khauf dan rajâ’, insya Allah akhirnya ia mampu kembali ke jalan spiritual dengan selamat.
            Meskipun demikian, segala susah payah yang telah Syaiful M. Maghsri jalani tidak serta merta menjadikannya lulus sebagai ‘ahli spiritual’. Ia harus tetap hati-hati dengan dua hama perusak nilai spiritual, yaitu riya dan ujub. Boleh jadi sewaktu-waktu ia berpura-pura dengan ketaatannya agar terlihat baik oleh manusia lain. Atau bisa jadi ia berhasil mencerca dirinya sendiri agar tidak riya, tetapi kemudian ia terkena penyakit sombong (ujub). Dan pada akhirnya, kesombongannya itu merusak dan menghancurkan spiritualnya. Disinilah Syaiful dihadapkan dengan metode Keenam, yakni mencoba untuk ikhlas.
            Ikhlas artinya memurnikan ibadah, membuang semua jenis kesombongan dan takabbur. Pada tahapan ini, kewaspadaannya bertambah seiring dengan perlindungannya oleh Allah SWT. Ia sedemikian tenggelam,‘asyiq-ma‘syûq bersama Allah SWT. Syaiful M. Maghsri  dengan mudah merasakan kebaikan-kebaikan–Nya berupa karunia taufiq dan pemeliharaan–Nya berupa pengokoh motivasi. Demikianlah pula takzim dan tahrim dari sesama manusia. Sejumlah penghormatan itu lama-kelamaan menjadi bagian penting dalam kehidupannya. Ia dimuliakan, dihormati dan sangat banyak manusia berterimakasih kepadanya atas semua petunjuk dan suri teladan yang ditunjukkan dalam amal sosialnya. Keadaan ini sewaktu-waktu bisa saja menjadikannya lupa berterimakasih kepada Allah SWT sehingga pada akhirnya ia bisa jatuh ke dalam kekufuran sebagai akibat karena sering ‘lupa bersyukur’. Agar terhindar dari godaan seperti ini, maka Syaiful harus memasuki ‘aqobah’ selanjutnya, yakni metode ketujuh. Inilah ‘aqobah terakhir yang akan meneguhkannya sebagai seorang yang benar-benar menempuh jalan spiritualitas, sedapat mungkin ia memperbanyak puji dan syukur atas nikmat-nikmat yang dikaruniakan–Nya.

Setelah Syaiful selesai menempuh tanjakan yang terakhir ini, ia turun ke dataran. Syaiful bertemu dengan maksud dan tujuan spiritualitasnya. Ia mulai memasuki dataran karunia dan padang rindu serta halaman mahabbah. Setelah itu Syaiful memasuki taman keridaan, kebun kecintaan dan kehangatan hati  hingga sampailah ia di hamparan kegembiraan, kedekatan martabat, tempat munajat, beroleh pakaian kehormatan dan kemuliaan. Ia  merasa benar-benar merasakan nikmat yang hakiki. Meski raganya masih di dunia, tetapi hatinya merasa sudah kokoh berada di akhirat.


KETAATAN SEBAGAI JALAN SPIRITUALITAS



Di dalam kehidupan kita selalu dihadapkan pada pilihan. Kita merasa tidak berdaya oleh banyaknya pilihan yang harus kita pilih. Kebebasan tampak bagaikan musuh walau terkadang bisa bermanfaat sebagai teman. Betapa pun kita menyukai, kita juga kadang-kadang merasa terkutuk olehnya. Apa gunanya semua pilihan itu, kalau kita gagal memilih apa yang baik, tepat dan benar. Kita boleh berbicara dan menulis apa pun yang masuk ke dalam pikiran, meskipun itu salah, jorok atau menebarkan kebencian. Kita boleh mengejar minat apapun yang kita inginkan selama hal itu tidak merugikan orang lain.
Kemerdekaan sejati didapatkan Syaiful dengan menyerahkan segenap keberadaan dirinya kepada Allah, serta mengabdikan kehendaknya dalam sebuah kehidupan yang penuh dengan ketaatan. Inilah yang disebut sebagai pengorbanan diri sendiri. Pilihan tersebut tampak menarik bagi Syaiful; hanya ada satu pilihan hidup yang cukup tepat, yaitu hidup dalam ketaatan. Sesungguhnya inti dari pengabdian kehidupan manusia adalah kerelaan hati kita sendiri. Hal ini tergambar dari tindakan menerima dengan sepenuh hati yang dikombinasikan dengan tindakan ketaatan secara sempurna, tanpa mempertanyakan sebuah tugas atau misi, serta upaya menyelesaikan penugasan kita sebagai hamba-Nya.
Syaiful menyatakan bahwa kehendak Allah bagaikan sebuah bingkisan hadiah yang tersedia bagi umat-Nya. Meskipun ada banyak hadiah lain disana, belum tentu semua itu akan menjadi milik kita. Oleh karenanya, kita harus benar-benar pasrah, dalam artian apapun yang dikehendaki Allah, itulah yang terbaik bagi manusia.
Dalam kehidupan, faktanya kita terkadang bingung mana yang dikehendaki Allah dan mana yang bukan. Kehendak Allah biasanya berkaitan dengan apa yang sudah kita ketahui, bukan apa yang masih kita perkirakan. Oleh karena itu, kehendak Allah hanya memuat satu mandat yang jelas, yaitu bahwa kita harus menjadikan Allah sebagai pusat kehidupan kita. Seiring berjalannya waktu pada saat membuat pilihan inilah akan kita temukan kemerdekaan yang sejati. Kemerdekaan untuk hidup dalam ketaatan, itulah kehendak Allah bagi kita semua.
Ketaatan yang dipaksakan menunjukkan teologi yang keliru. Kita mengira bahwa kehidupan sejati diperoleh melalui apa yang kita korbankan bagi diri sendiri, bukan melalui apa yang kita berikan kepada Allah. Oleh karena itu, taati perintah-perintah Allah, sebagaimana Allah menganugerahkan rezeki-Nya kepada kita.  Perintah-perintah itu merupakan bagian yang tak bisa dihindarkan, meskipun bukan hal yang menyenangkan. Oleh karenanya, kita harus memenuhi kewajiban kita terhadap Allah dan ketika sesudah selesai, barulah kita bisa menjalani kehidupan ini dengan lebih nikmat.

Menurut Dr. HM. Syaiful M. Maghsri,DN.Med.,M.Ph , Allah menuntut kita mematuhi pola ketaatan yang sama dalam kehidupan sehari-hari supaya kita bisa menikmati kemerdekaan yang lain. Besarnya kepatuhan kita dalam mengerjakan segala hal dalam kehidupan ini akan menentukan hasilnya kelak. Kualitas persahabatan kita sebagai contoh, akan membawa dampak terhadap keputusan kita dalam pacaran maupun pernikahan. Kalau kita gagal menghormati dan menghargai sahabat-sahabat kita, kecil kemungkinan kita akan memperoleh pasangan hidup yang baik bagi diri sendiri, apalagi menjadi pasangan hidup yang baik bagi orang lain.

Ketekunan dalam belajar akan memastikan keberhasilan dalam profesi apapun yang kita jalani. Kalau kita gagal dalam studi, kita tidak akan pernah mendapatkan apa yang pernah kita impikan untuk dicapai. Integritas dalam karakter, ketrampilan dasar dalam membaca dan menulis, kasih sayang dan kesetiaan dalam persahabatan,dan hidup yang saleh secara universal sangat relevan dimanapun kita tinggal dan apapun yang kita kerjakan. Ketaatan adalah kehendak Allah bagi hidup kita dan ketaatan membawa kita kepada kemerdekaan.
Menurut Syaiful, kita harus menghormati dan menghargai terhadap apa yang sudah dihasilkan oleh kemerdekaan dalam kehidupan. Itulah kemerdekaan untuk menjalani hidup bagi Allah, kebebasan untuk mematuhi kehendak Allah. Satu-satunya jalan yang harus kita jalani mungkin membatasi kebebasan seperti didefinisikan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Kalau kita lebih dahulu mencari ridho Allah dan kebenarannya, kita akan melakukan kehendak Allah dan menikmati kemerdekaan yang sejati.

BERPIJAK DAN MENINGGALKAN MASA LALU


Masa lalu telah menjadikan Syaiful M. Maghsri seperti saat ini. Ia tidak bisa melakukan apa pun untuk mengubahnya atau mengubah dampaknya terhadap hidupnya sekarang. Masa depan menyimpan rahasia tentang apa yang akan terjadi pada masa mendatang dan tidak ada yang dapat Syaiful lakukan untuk mengendalikan, mengetahuinya atau bahkan meramalkannya. Syaiful tinggal dalam ketegangan antara masa lalu dan masa depan, seperti sebuah penjepit kertas yang ditarik oleh dua magnet yang sama kuatnya. Ia hanya memiliki masa kini untuk dijalani. Masa lalu yang tidak dapat diubah telah tinggal dalam memorinya sedangkan masa depan yang tidak dapat diramalkan mulai tinggal dalam imajinasinya. Ia hanya bisa merasakan sesuatu yang pasti, yaitu bahwa Syaiful hanya memiliki masa sekarang.
Menurut Syaiful M. Maghsri, Allah tidak terikat oleh masa sekarang seperti kita. Dia berada jauh di atas waktu dan zaman serta tinggal dalam kekekalan. Kita tidak berada diatas waktu, kita terikat olehnya bahkan kita tidak mampu mengubah masa lalu kita. Meskipun masa lalu kita mempengaruhi kita karena serangkaian konsekuensi dari pilihan-pilihan yang pernah kita buat, suatu saat dan sekarang kita tidak bisa memutarnya kembali. Banyak diantara pilihan-pilihan atau keputusan-keputusan itu yang kita buat sendiri, masing-masing pilihan itu memiliki konsekuensi yang akan selalu mempengaruhi kehidupan disepanjang sisa hidup kita. Kita tidak akan pernah tahu ‘apa dan bagaimana kelanjutannya’ sebelum kita benar-benar mengalami konsekuensi tersebut. Mungkin saja kita dapat menikmati kebahagiaan pernikahan selama enam puluh tahun, tetapi bisa juga kita kehilangan pasangan hidup kita sesaat setelah pernikahan.
Sebagian besar yang terjadi dalam kehidupan kita dapat tergantung pada satu keputusan atau peristiwa, yang pada saat terjadinya seakan-akan tidak terlalu penting. Pilihan-pilihan atau keputusan kita juga memberi dampak kepada orang lain. Pilihan yang buruk juga tentu akan membawa konsekuensi buruk, begitu juga sebaliknya. Konsekuensi dari pilihan-pilihan kita seringkali bersifat permanen dan tidak bisa diubah lagi. Tetapi, apakah keadaan masa lalu selalu menjadi dasar keputusan seseorang?
Pada dasarnya setiap orang bisa membuat keputusan, bahkan di dalam situasi apa pun, baik secara mental maupun spiritual. Sama seperti Syaiful; ia bisa mempertahankan wibawa kemanusiaannya bahkan pada saat konsentrasi di satu titik. Banyak diantara kita yang suka melakukan hal yang sama dengan  masa lalu. Kita hanya menjadi apa yang diizinkan oleh masa lalu kita dan kita membiarkannya untuk menentukan nasib kita. Tentu saja dalam lingkungan yang ideal dan sempurna, ini bisa menjadi pilihan yang menarik, yaitu jika kita berasal dari latar belakang yang kaya, makmur dan bahagia. Tetapi faktanya, tidak setiap orang berasal dari latar belakang yang begitu menguntungkan dan sempurna, sehingga banyak orang ingin mengubah kehidupannya sesuai dengan impiannya.
Ketika di masa lalu kita membuat pilihan hidup yang salah, hal ini takkan mudah dihapus begitu saja, semudah membalikkan telapak tangan. Biarkan masa lalu mengendalikan diri kita sekarang sebagai bahan refleksi dan instrospeksi diri menjadi lebih baik. Setidaknya ada dua cara untuk membiarkan masa lalu mengendalikan diri kita. Pertama adalah dengan hidup bersama penyesalan dan Kedua adalah hidup bersama kepahitan. Setiap manusia pasti pernah menjalani hidup dengan membuat pilihan-pilihan yang salah, misalnya menjalani masa muda yang sembrono, membuat keputusan bisnis yang buruk atau prestasi akademik yang buruk saat kuliah. Tentunya orang-orang yang membuat keputusan bodoh seperti ini akan merasakan penyesalannya suatu saat nanti.  
Syaiful M. Maghsri sendiri juga menyesal atas pengalaman hidupnya di masa lalu. Ia berharap dapat mengubah masa lalu namun harapannya itu tidak akan pernah bisa terpenuhi. Masa lalu berada di luar jangkuannya sehingga  tidak mungkin diubah lagi. Penyesalan ini terasa layaknya kehilangan pusaka keluarga yang sangat berharga. Seseorang hanya bisa mengulang-ngulang penyesalan “kalau saja”. Sebagai contohnya : kalau saja saya dulu tidak memilih pekerjaan itu, kalau saja saya bisa meluangkan waktu lebih banyak bersama anak saya, kalau saja saya sudah berhenti merokok dan sebagainya.
Penyesalan memiliki makna yang hampir sama dengan kepahitan, hanya berasal dari sumber yang berbeda. Penyesalan biasanya melibatkan keputusan yang telah kita ambil secara pribadi, sedangkan kepahitan biasanya berasal dari pilihan/keputusan yang dibuat oleh orang lain. Kepahitan muncul ketika kita menyadari bahwa kita sudah diperlakukan secara tidak benar. Kepahitan bisa mengubah pikiran seseorang menjadi sebuah lubang emosi  (kemarahan) dan keinginan untuk balas dendam yang tidak bisa dihindari.
Tidak ada cara apa pun yang bisa Syaiful lakukan untuk mengubah masa lalunya. Penyesalan, kepahitan atau pun balas dendam takkan bisa mengubah apa yang sudah terjadi walaupun beribu kali ia ucapkan, “kalau saja”. Ia akan menjadi tawanan dalam sukmanya yang gelap, tercekik oleh pemikiran-pemikirannya sendiri yang menekan. Kesedihan dan kepahitan telah membuat Syaiful terbelenggu pada masa lalunya.
Kegagalan-kegagalan yang dialami Syaiful telah memberikan petunjuk bagi panggilan hidupnya. Ia menyadari bahwa setiap orang pasti pernah  diwarnai oleh cacat masa lalu yang tidak bisa mereka ubah atau kembalikan menjadi baik lagi. Karena kesukaran-kesukaran pada masa lalu itulah, Syaiful M. Maghsri kini telah menjadi orang yang besar karena mau berkorban dan berpengaruh bagi masyarakat.
Syaiful harus maju terus tanpa peduli berapa besarnya kepedihan akibat peristiwa masa lalu. Ia sadar tidak bisa mengubah segala hal yang sudah terjadi. Ia memiliki kekuatan tangannya, ia bisa mempercayakan kepada Allah untuk menembus masa lalu. Allah bisa menembus atau membereskan masa lalu kita, apabila kita menginginkannya. Dia memulihkannya dengan memanfaatkan yang jahat dari apa yang telah terjadi untuk mencapai sesuatu yang baik dan anugerahpun akan datang kepada manusia.
Allah akan membuat karya anugerah itu dalam kehidupan kita, asalkan kita mau melakukan 3 hal ini, yaitu memohon ampun (bertobat), mengampuni sesama serta menantikan Allah membereskan semua demi kebaikan. Pengampunan tidak datang begitu cepatnya atau selalu berakhir dengan bahagia. Pengampunan adalah  suatu proses, bukan sebuah peristiwa. Pengampunan adalah keputusan hati bukan emosi yang kita rasakan. Mungkin kita perlu mengampuni seseorang berulang kali karena satu kesalahan yang telah menyakiti kita. Dengan hal ini, Allah pun takkan ragu untuk mengampuni dosa-dosa kita sesuai dengan keikhlasan yang telah kita berikan kepada sesama.
Masa lalu telah berlalu dan sudah terjadi, tetapi Allah selalu ada dan sempurna, baik di masa lalu, sekarang atau pun di masa yang akan datang. Kalau kita datang kepada-Nya, kita akan segera berada di pusat kehendak-Nya, tanpa peduli apapun situasinya. Anugerah-Nya akan menuntun kita dalam kehidupan bahagia dan memerdekakan kita dari segala kepahitan, asalkan kita memiliki kesabaran untuk menunggunya dan selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik bagi sesama dan Allah sendiri.

dan terakhir, yaitu tinggal MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN :)

Dikutip dari " www.pelatihanspiritual.com "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Follow The Author