Senin, 11 Agustus 2014

HIKMAH PENCIPTAAN JIN DAN MANUSIA - At - Tauhid

Share it Please





HIKMAH PENCIPTAAN JIN DAN MANUSIA

Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” [Adz-Dzariyat: 56]

Allah Ta’âlâ mengabarkan bahwa Allah tidaklah menciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka beribadah kepada-Nya. Maka ayat ini adalah penjelasan tentang hikmah penciptaan manusia dan jin. Allah tidak menginginkan apapun dari mereka sebagaimana keinginan seorang tuan dari budaknya, berupa bantuan rezeki dan makanan. Yang Allah inginkan justru kemaslahatan buat mereka.

Faedah Ayat
1. Kewajiban mengesakan ibadah kepada Allah bagi seluruh makhluk: jin dan manusia.
2. Penjelasan tentang hikmah penciptaan jin dan manusia.
3. Bahwa Sang Penciptalah yang berhak mendapatkan peribadahan, bukan selain-Nya yang tidak menciptakan. Ini merupakan bantahan terhadap penyembah berhala dan selainnya.
4. Penjelasan bahwa Allah Subhânahu wa Ta’âlâ tidak membutuhkan makhluk-Nya dan    (penjelasan tentang) butuhnya para makhluk kepada Allah, sebab Dia-lah Yang mencipta, sedang mereka adalah yang diciptakan.
5. Penetapan adanya hikmah dalam setiap perbuatan-Nya Subhânahu wa Ta’ala.

[Diringkas dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]

HAK ALLAH ATAS HAMBA-HAMBANYA ADALAH MEREKA MENAUHIDKANNYA

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَعَن مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كُنْتُ رَدِيْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حِمَارٍ فَقَالَ لِيْ: (يَا مُعَاذُ أَتَدْرِيْ مَا حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ، وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ؟ قُلْتُ: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: (حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوْهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً، وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً) قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ أَفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ؟) قَالَ: (لَا تُبَشِّرْهُم فَيَتَّكِلُوا) أَخْرَجَاهُ فِي الصَّحِيْحَيْنِ
Dari Mu’âdz bin Jabal radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata, “Saya pernah dibonceng oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam di atas seekor keledai, lalu beliau bersabda kepadaku, ‘Wahai Mu’âdz, tahukah engkau apa hak Allah terhadap para hamba dan apa hak para hamba atas Allah?’
Saya menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.’
Beliau pun menjawab, ‘Hak Allah terhadap para hamba ialah mereka beribadah kepada-Nya semata dan tidak berbuat syirik sedikit pun kepada-Nya, sedang hak para hamba atas Allah adalah bahwa Allah tidak akan mengadzab orang yang tidak berbuat syirik sedikit pun kepada-Nya.’
Saya bertanya, ‘Wahai Rasulullah, tidakkah saya (perlu) menyampaikan kabar gembira (ini) kepada manusia?’
Beliau menjawab, ‘Janganlah engkau menyampaikan kabar gembira ini kepada mereka (karena) mereka nanti akan bersikap menyandarkan diri.’.”
Dikeluarkan oleh keduanya (Al-Bukhâry dan Muslim) dalam Ash-Shahîhain.

Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam ingin menjelaskan kewajiban dan keutamaan bertauhid bagi para hamba. Maka, beliau menyampaikan hal itu dengan bentuk pertanyaan supaya hal itu lebih kukuh menancap dalam jiwa dan lebih optimal untuk sampai pada pemahaman orang yang diajari. Ketika Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keutamaan tauhid, Mu’âdz meminta izin untuk mengabarkan hal tersebut kepada manusia agar mereka bergembira karena (kabar) tersebut, tetapi Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam melarang hal tersebut karena takut bila orang-orang akan bersandar kepada hal itu sehingga meremehkan amal shalih.

Faedah Hadits
1. Sifat rendah hati Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau mengendarai keledai dan membonceng seseorang di atas (keledai) tersebut. Hal ini berbeda dengan keadaan orang-orang yang menyombongkan diri.
2. Bolehnya berboncengan di atas kendaraan jika kendaraannya kuat.
3. Pengajaran dengan metode tanya jawab.
4. Seseorang yang ditanya, tetapi ia tidak tahu, hendaknya mengatakan, “
Allah yang lebih tahu.”
5. Mengenal hak Allah yang diwajibkan kepada para hamba, yaitu agar mereka menyembah hanya kepada-Nya semata, tiada serikat bagi-Nya.
6. Bahwasanya barangsiapa yang tidak menjauhi kesyirikan berarti pada hakikatnya dia belum menyembah Allah, meskipun kelihatannya dia menyembah Allah.
7. Keutamaan tauhid dan keutamaan orang yang berpegang teguh dengan (tauhid).
8. Tafsir tauhid, yaitu beribadah hanya kepada Allah dan meninggalkan kesyirikan terhadap-Nya.
9. Disukainya memberi kabar gembira kepada setiap muslim dengan hal-hal yang menggembirakannya.
10. Bolehnya menyembunyikan ilmu untuk kebaikan.
11. Sikap beradab seorang murid kepada gurunya.

ANCAMAN BAGI PELAKU KESYIRIKAN

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ
“Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan berdoa (menyembah) selain Allah sebagai tandingan (bagi Allah), ia akan masuk ke dalam neraka.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry)

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa, barangsiapa yang mengadakan tandingan yang disamakan dan diserupakan dengan Allah dalam peribadahan, yang ia berdoa, meminta, dan memohon keselamatan kepada (tandingan) itu, baik tandingan tersebut berupa nabi maupun selainnya, dan ia terus menerus berada dalam keadaan seperti itu sampai meninggal dan tidak bertaubat sebelum meninggal, tempat kembali dia adalah neraka karena ia telah musyrik.
Membuat tandingan (bagi Allah) ada dua macam:
Pertama: mengadakan sekutu bagi Allah dalam jenis-jenis ibadah atau pada sebagian (jenis) maka ini adalah syirik besar yang pelakunya kekal di neraka.
Kedua: hal-hal yang termasuk ke dalam syirik kecil, seperti ucapan seseorang, “Apa-apa yang Allah dan engkau kehendaki,” “Kalau bukan karena Allah dan kamu,” serta ucapan lain yang semisal yang mengandung kata sambung dan pada lafazh jalâlah (Allah). Juga seperti riya yang ringan, ini tidak menjadikan pelakunya kekal di neraka meskipun masuk ke dalamnya.

Faedah Hadits:
1. Memberi pertakutan terhadap perbuatan syirik, dan anjuran untuk bertaubat dari kesyirikan sebelum seseorang meninggal.
2. Bahwa setiap orang yang, bersamaan dengan doanya kepada Allah, berdoa pula kepada seorang nabi atau wali, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, atau kepada batu atau pohon, berarti ia telah mengadakan tandingan bagi Allah.
3. Bahwa dosa syirik tidak akan diampuni, kecuali bila (pelakunya) bertaubat.

[Diringkas dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]

SURGA UNTUK MUWAHHID DAN NERAKA UNTUK MUSYRIK

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَقِيَ اللهَ وَهُوَ لَا يُشْرِكُ به شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَقِيَهُ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ
Barangsiapa yang menemui Allah (meninggal) dalam keadaan tidak berbuat syirik terhadap-Nya sedikit pun, pasti masuk surga, (tetapi) barangsiapa yang menemui-Nya (meninggal) dalam keadaan berbuat syirik terhadap-Nya sedikit sekalipun, dia pasti masuk neraka.” (HR. Muslim)

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa barang siapa yang meninggal di atas tauhid, perihal masuknya ia ke dalam surga adalah sudah pasti, meskipun ia adalah seorang pelaku dosa besar dan meninggal dalam keadaan terus menerus berbuat dosa maka ia berada di bawah kehendak Allah. Kalau menghendaki, Allah akan memaafkan dan langsung memasukkan dia ke surga. Akan tetapi, kalau menghendaki (lain), Allah akan mengadzab dia di neraka, kemudian dia dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.
Adapun orang yang meninggal di atas kesyirikan besar, ia tidak akan masuk surga, tidak akan mendapat rahmat dari Allah, dan dikekalkan di neraka. Kalau meninggal di atas syirik kecil, ia dimasukkan ke dalam neraka (kalau tidak memiliki amal kebaikan yang mengalahkan kesyirikannya), tetapi ia tidak akan kekal di dalam (neraka) tersebut.

Faedah Hadits
1. Kewajiban takut terhadap kesyirikan karena, agar selamat dari neraka, dipersyaratkan untuk selamat dari kesyirikan.
2. Bahwasanya yang dianggap (yang menjadi ukuran) itu bukanlah banyaknya amalan, tetapi yang dianggap (sebagai ukuran) adalah selamatnya amalan dari kesyirikan.
3. Penjelasan tentang makna Lâ Ilâha Illallâh, yaitu meninggalkan kesyirikan dan mengesakan Allah dalam ibadah.
4. Dekatnya surga dan neraka dari seorang hamba, bahwasanya tiada yang memisahkan seorang hamba dengan surga atau neraka, kecuali kematian.
5. Keutamaan orang yang selamat dari kesyirikan.

[Diringkas dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]

TIDAK ADA HUJJAH BAGI KESYIRIKAN KECUALI PRASANGKA DAN HAWA NAFSU

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّى. وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى. أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْأُنْثَى. تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى. إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى
“Terangkanlah kepadaku (wahai kaum musyrikin) tentang Al-Lâta, Al-‘Uzzâ, dan Manâh, yang ketiga dan terakhir? Apakah pantas: (anak) laki-laki untuk kalian, sedangkan (anak) perempuan untuk Allah? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tiada lain hanyalah nama-nama yang diada-adakan oleh kalian dan bapak-bapak kalian. Allah tidaklah menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya. Mereka tiada lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan keinginan nafsu, padahal sesungguhnya telah datang hidayah dari Rabb mereka kepada mereka.” [An-Najm: 19-23]

Allah meminta hujjah kepada kaum musyrikin tentang peribadahan mereka kepada benda yang tidak berakal, berupa ketiga berhala tersebut, apa yang kalian dapatkan dari (berhala-berhala) tersebut?! Allah juga mencela mereka atas kecurangan yang mereka lakukan dalam pembagian, bahwa mereka menyucikan diri mereka terhadap kepemilikan anak perempuan dan menjadikan anak perempuan itu untuk Allah.
Kemudian, Allah meminta keterangan kepada mereka tentang kebenaran peribadahan kepada berhala-berhala tersebut, dan menjelaskan bahwa persangkaan dan keinginan jiwa tidak bisa dijadikan hujjah dalam permasalahan ini. Sesungguhnya hujjah dalam masalah itu hanyalah ada pada (risalah) yang para rasul bawa berupa keterangan-keterangan yang jelas dan hujjah-hujjah yang pasti tentang kewajiban beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan peribadahan kepada patung.
Pada ayat ini, terdapat pengharaman mencari berkah kepada pepohonan dan batu-batuan serta penggolongan perbuatan tersebut sebagai kesyirikan. Sebab, sesungguhnya para penyembah patung-patung tersebut melakukan hal itu karena. meyakini akan mendapat berkah dari patung-patung tersebut dengan cara mengagungkan dan berdoa kepada (patung-patung) itu. Maka, mencari berkah kepada kuburan sama seperti mencari berkah kepada Lâta, sedang mencari berkah kepada pepohonan dan bebatuan sama seperti mencari berkah kepada ‘Uzzâ dan Manâh.

Faedah Ayat-Ayat
1. Bahwasanya mencari berkah kepada pohon dan batu tergolong sebagai kesyirikan.
2. Pensyariatan untuk membantah orang-orang musyrikin dalam membatalkan kesyirikan dan menetapkan tauhid.
3. Bahwa hukum tidaklah ditetapkan, kecuali berdasarkan dalil dari (syariat) yang Allah turunkan, bukan semata-mata berdasarkan prasangka dan hawa nafsu.
4. Bahwa Allah telah menegakkan hujjah dengan mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab.

[Diringkas dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]

NADZAR ADALAH IBADAH, HANYA DILAKUKAN KARENA ALLAH

Allah Ta’ala berfirman :
وَقَوْلِ اللهِ تَعَالَى: يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا.
Mereka menunaikan nadzar dan takut terhadap suatu hari yang adzabnya merata di mana-mana.” [Al-Insân: 7]
Dan Allah Ta’ala berfirman :
وَقَوْلِهِ تَعَالَى: وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ.
Firman (Allah) Ta’âlâ, “Dan apapun yang kalian infakkan atau nadzarkan, sesungguhnya Allah mengetahuinya.” [Al-Baqarah: 270]

Sesungguhnya Allah memuji orang-orang yang beribadah kepada-Nya dengan suatu hal yang mereka wajibkan atas diri mereka berupa amalan-amalan ketaatan. Allah Subhânahu juga mengabarkan bahwa diri-Nya mengetahui semua sedekah yang kita infakkan serta semua ibadah yang kita wajibkan bagi diri sendiri, baik (sedekah dan ibadah) itu untuk Allah maupun untuk selain Allah. Maka, Allah akan membalas semuanya sesuai dengan niat dan maksud orang tersebut.
Keduanya menunjukkan bahwa nadzar adalah suatu ibadah, bahwa Allah memuji orang-orang yang menunaikan (nadzar) sebab Allah tidaklah memuji, kecuali kepada pelaksanaan perintah atau peninggalan larangan. Allah juga mengabarkan bahwa diri-Nya mengetahui semua hal yang kita lakukan berupa infak-infak dan nadzar-nadzar, serta akan membalas kita atas semua yang kita lakukan tersebut. Maka, hal ini menunjukkan bahwa nadzar adalah suatu ibadah, sedang apa saja yang merupakan ibadah, memalingkannya kepada selain Allah adalah kesyirikan.

Faedah Kedua Ayat
1. Bahwasanya nadzar adalah ibadah maka memalingkan (nadzar) untuk selain Allah adalah syirik besar.
2. Penetapan ilmu Allah Ta'âlâ atas segala sesuatu.
3. Menetapkan adanya balasan terhadap setiap amalan.
4. Anjuran untuk menunaikan nadzar.

[Diringkas dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]

LARANGAN MENUNAIKAN NADZAR KEMAKSIATAN

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللهَ فَلْيُطِعْهُ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَ اللهَ فَلَا يَعْصِهِ
Barangsiapa yang bernadzar untuk menaati Allah, hendaklah dia menaati-Nya. Akan tetapi, barangsiapa bernadzar untuk bermaksiat terhadap Allah, janganlah dia bermaksiat terhadap-Nya (dengan melaksanakan nadzar itu).” (HR. Bukhari)

Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam memerintah orang yang bernadzar dalam ketaatan agar dia hendaknya menunaikan nadzarnya, seperti seseorang yang bernadzar untuk mengerjakan shalat, bersedekah, atau amal ketaatan lainnya, dan melarang orang yang bernadzar dalam kemaksiatan untuk menunaikan (nadzar) tersebut, seperti seseorang yang bernadzar untuk menyembelih untuk selain Allah, mengerjakan shalat di kuburan, bepergian untuk mengunjungi kuburan, atau kemaksiatan lain.
Hadits ini menunjukkan bahwa nadzar itu ada yang berupa ketaatan, tetapi ada pula yang berupa kemaksiatan, juga menunjukkan bahwa nadzar adalah ibadah. Barangsiapa yang bernadzar untuk selain Allah, sungguh ia telah mempersekutukan Allah dalam ibadah kepada-Nya.

Faedah Hadits
1. Bahwa nadzar adalah ibadah maka memalingkan (nadzar) kepada selain Allah adalah kesyirikan.
2. Kewajiban untuk menunaikan nadzar ketaatan.
3. Keharaman untuk menunaikan nadzar kemaksiatan.

[Diringkas dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]

MEMINTA PERTOLONGAN KEPADA JIN ADALAH KESYIRIKAN

Allah Ta’ala berfirman :
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
Dan bahwasanya ada beberapa orang lelaki dari kalangan manusia meminta perlindungan kepada beberapa lelaki dari kalangan jin maka (jin-jin) itu menambah dosa bagi mereka.” [Al-Jinn: 6]

Allah Subhânahu mengabarkan bahwa sebagian manusia datang kepada sebagian jin untuk meminta keamanan dari apa-apa yang mereka takutkan. Maka yang mereka datangi (jin) justru menambahkan ketakutan mereka (manusia) sebagai ganti rasa aman yang mereka inginkan. Demikianlah keadaan mereka berbalik dengan tujuan yang diinginkan, dan ini sebagai hukuman dari Allah untuk mereka.

Faedah Ayat
1. Bahwa meminta perlindungan kepada selain Allah adalah kesyirikan, sebab jin-jin yang beriman mengatakan,
وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا
Dan kami sama sekali tidak akan pernah menyekutukan Rabb kami (Allah) dengan sesuatupun.” [Al-Jinn: 2]
Kemudian setelah itu dalam rangka mengingkari mereka menyebutkan,
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari kalangan jin.” [Al-Jinn: 6]
2. Keumuman risalah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang mencakup kalangan jin dan manusia.
3. Bahwa isti’adzah (meminta perlindungan) kepada selain Allah justru mendatangkan ketakutan dan kelemahan.
4. Difahami dari ayat bahwa isti’adzah kepada Allah akan mewariskan kekuatan dan perasaan aman.

[Diringkas dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]

DOA KETIKA SINGGAH PADA SUATU TEMPAT

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ نَزَلَ مَنْزِلًا فَقَالَ: أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ، لَمْ يَضُرُّهُ شَيْءٌ حَتّى يَرْحَلَ مِنْ مَنَزِلِهِ ذَلِكَ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
“Barangsiapa yang singgah di suatu tempat, lalu berdoa, ‘ ‘Aûdzu bikalimâtil lâhit tâmmâti min syarri mâ khalaq ‘aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna terhadap kejahatan segala makhluk-Nya’,’ tiada sesuatupun yang akan membahayakan dirinya sampai dia meninggalkan tempat tersebut.’.” (HR. Muslim)

Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam memberikan bimbingan kepada umatnya untuk melakukan isti’adzah yang bermanfaat, yang dengannya dapat tertolak semua bahaya yang dikhawatirkan oleh manusia ketika singgah di suatu tempat, yaitu dengan beristi’adzah dengan kalamullah yang syâfi ‘manjur’, kâfi ‘mencukupi’, dan kâmil ‘sempurna’ dari semua kejelekan dan kekurangan, agar mendapatkan keamanan selama berada di tempat tersebut dari gangguan yang jelek.
Dalam hadits ini terdapat petunjuk tentang isti’adzah yang bermanfaat lagi disyariatkan sebagai ganti dari isti’adzah yang syirik yang biasa dipergunakan oleh orang-orang musyrikin.

Faedah Hadits
1. Penjelasan bahwa isti’adzah adalah ibadah.
2. Bahwa isti’adzah yang disyariatkan adalah isti’adzah kepada Allah atau dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
3. Bahwa ucapan Allah bukanlah makhluk, karena Allah memerintahkan agar beristi’adzah (meminta perlindungan) dengan ucapan-Nya, sedang isti’adzah dengan makhluk adalah syirik, maka hal ini menunjukkan bahwa ucapan Allah bukan makhluk.
4. Keutamaan doa ini meskipun kalimatnya ringkas.
5. Bahwa ubun-ubun manusia berada di tangan Allah.

[Diringkas dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]

 BERDOA KEPADA SELAIN ALLAH ADALAH KESYIRIKAN


Allah Ta’ala berfirman :
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ

“Dan janganlah engkau memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu. Jika engkau mengerjakan (hal itu), sesungguhnya dengan demikian engkau termasuk sebagai orang-orang zhalim.” [Yûnus: 106]

Allah melarang Nabinya dari berdoa kepada seorang pun dari makhluknya yang tidak bisa mendatangkan manfaat dan menolak bahaya. Kemudian (Allah Ta’âlâ) menerangkan kepadanya hukumnya, seandainya beliau sampai berdoa kepada selain Allah maka jadilah beliau termasuk orang-orang musyrikin. Larangan ini berlaku umum bagi semua umat.
Ayat ini melarang dari berdoa kepada selain Allah, dan bahwa hal itu termasuk kesyirikan yang bisa menghilangkan tauhid.

Faedah Ayat
1. Bahwa berdoa kepada selain Allah adalah syirik besar.
2. Bahwa orang yang paling shalih sekalipun seandainya berdoa kepada selain Allah, maka menjadilah ia termasuk orang-orang yang zhalim yakni musyrik, maka bagaimana dengan selain beliau.
3. Menjelaskan kelemahan sembahan-sembahan orang-orang musyrikin dan kebatilan peribadahan kepada sembahan-sembahan tersebut.

[Diringkas dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]

YANG MENIMPAKAN BAHAYA DAN MANFAAT HANYA ALLAH

Firman (Allah) Ta’âlâ,
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ 
“Dan jika Allah menimpakan suatu bahaya kepadamu, tiada yang dapat menghilangkan (bahaya) itu, kecuali Dia, sedang jika Dia menghendaki suatu kebaikan untukmu, tiada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberi (kebaikan) itu kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Yûnus: 107]

Allah Ta’âlâ mengabarkan bahwa Dia bersendirian dalam ke­kuasaan, penaklukan, pemberian, atau penahanan, mendatangkan bencana atau manfaat, tidak ada selain-Nya yang bisa melakukan hal itu. Maka hal tersebut mengharuskan hanya Allah jualah yang diseru dan disembah satu-satunya, bukan selain-Nya yang tidak bisa mendatang­kan manfaat dan bahaya bagi dirinya sendiri, lebih-lebih menguasai (manfaat dan bahaya) untuk orang lain.
Pada ayat di atas terdapat penjelasan tentang keberhakan Allah untuk diibadahi dengan doa dan yang semisalnya, dan bahwa berdoa kepada selain Allah adalah kesyirikan, karena mereka (selain Allah) tidak bisa mendatangkan manfaat dan tidak pula bahaya.

Faedah Ayat
1. Kewajiban untuk mengesakan Allah dengan tauhid ibadah dengan alasan kemahaesaan-Nya dalam tauhid rubûbiyyah.
2. Batilnya perbuatan berdoa kepada selain Allah, karena lemahnya mereka untuk mendatangkan manfaat bagi orang yang menyerunya serta menolak bahaya darinya.
3. Ditetapkannya sifat masyî`ah ‘kehendak’ bagi Allah Subhânahu.
4. Ditetapkannya dua sifat bagi Allah Subhânahu, yaitu Maghfirah (mengampuni) dan Rahmah ‘penyayang’ sesuai dengan keagungan dan kemuliaan Allah.

[Diringkas dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]


REZEKI HANYA DARI ALLAH MAKA BERIBADAHLAH HANYA KEPADANYA!

Allah Ta’ala berfirman :
فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Mintalah rezeki itu kepada Allah dan sembahlah Dia (semata) serta bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kalian dikembalikan.” [Al-‘Ankabût: 17]

Allah Subhânahu memerintahkan agar manusia hanya mencari rezeki dari diri-Nya saja, tidak kepada patung-patung dan berhala, agar mengesakan-Nya dalam ibadah, serta mengakui nikmat-nikmat-Nya yang telah Dia berikan kepada hamba-hamba-Nya dan menggunakan nikmat tersebut untuk menjalankan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan kepada-Nya.
Kemudian, Allah mengabarkan bahwa semua akan kembali kepada-Nya, yang setiap orang akan dibalas sesuai dengan amalannya. Oleh karena itu, setiap hamba wajib memperhitungkan hal tersebut sebelum mereka dihisab oleh Allah.
Ayat di atas menunjukkan tentang wajibnya mengesakan Allah dalam berdoa dan beribadah, serta merupakan bantahan terhadap kaum musyrikin yang beribadah kepada selain Allah.

Faedah Ayat
1. Wajibnya berdoa hanya kepada Allah dan mencari rezeki hanya kepada-Nya.
2. Wajibnya mengesakan Allah dalam semua bentuk ibadah.
3. Wajibnya bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya.
4. Penetapan adanya hari berbangkit dan pembalasan amalan.
5. Bahwasanya tidak ada pertentangan antara mencari rezeki dan berusaha dengan beribadah kepada Allah, karena Islam membawa kebaikan bagi agama dan dunia.

[Diringkas dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Follow The Author