Jumat, 06 Februari 2015

Hadist Tentang Qurban


Lafaz Hadits

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِىَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِيَدِهِ وَقَالَ: (( بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّى وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِى )).
“Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata, “Saya menghadiri shalat idul-Adha bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di mushalla (tanah lapang). Setelah beliau berkhutbah, beliau turun dari mimbarnya dan didatangkan kepadanya seekor kambing. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil mengatakan: Dengan nama Allah. Allah Maha Besar. Kambing ini dariku dan dari orang-orang yang belum menyembelih di kalangan umatku

Takhrij Hadits

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya no. 11051, Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya no. 2812, Imam At-Tirimidzi dalam Sunan-nya no. 1521 dan yang lainnya. Imam At-Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini gharib”. Syaikh Al-Albani menshahihkan Hadits ini dalam Shahih Sunan Abi Dawud dan lainnya.

Faidah-faidah Hadits

Di antara faidah hadits ini adalah sebagai berikut:
  1. Disunnahkannya shalat idul-adha di mushalla, yaitu tanah lapang. Begitu pula dengan shalat idul-fithri.
  2. Khutbah ‘id dilakukan setelah mengerjakan shalat ‘id.
  3. Disunnahkannya mendatangkan mimbar ke mushalla (tanah lapang) dan imam berkhutbah di atasnya ketika shalat ‘id.
  4. Disunnahkan menyegerakan penyembelihan setelah shalat id selesai dan tidak ada yang menyembelih sebelum imam menyembelih.
  5. Disunnahkan menyembelih sendiri untuk orang yang berqurban dengan kambing,
  6. Satu kambing untuk penyembelihan satu orang.
  7. Disyariatkan membaca: (بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ) sebelum menyembelih.
  8. Dibolehkannya menyertakan orang lain dalam penyembelihan agar mendapatkan pahala juga, seperti keluarga dan orang-orang yang telah meninggal. Karena lafaz hadits ini umum.
  9. Sebagian ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa berqurban tidak wajib, karena ada di antara umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak berqurban.

Syariat berqurban/Udhhiyah (الأضحية)

Allah subhanahu wa ta’ala mensyariatkan qurban. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163) }
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS Al-An’am: 162-163)

Hukum berqurban, wajibkah?

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berqurban. Jumhur ulama, yaitu: madzhab Imam Malik, Imam Asy-Syafii, Imam Ahmad dan yang lainnya menyatakan sunnahnya. Madzhab Imam Asy-Syafii mengatakan sunnah muakkadah (sangat ditekankan dan diusahakan tidak ditinggalkan kecuali ada ‘udzur). Sedangkan madzhab Imam Abu Hanifah mengatakan wajibnya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا. ))
Barang siapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berqurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami.1
Para ulama hadits berbeda pendapat dalam menghukumi hadits ini. Dan mereka juga berbeda pendapat dalam menghukumi hadits yang diriwayatkan dari Mikhnaf bin Sulaim Al-Ghamidi radhiallahu ‘anhu:
( كُنَّا وُقُوفًا مَعَ النَّبِىِّ  صلى الله عليه وسلم بِعَرَفَاتٍ، فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: ((يَا أَيُّهَا النَّاسُ! عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِى كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةٌ وَعَتِيرَةٌ. هَلْ تَدْرِى مَا الْعَتِيرَةُ؟ هِىَ الَّتِى تُسَمَّى الرَّجَبِيَّةُ.))
“Kami berwuquf di ‘Arafah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya mendengar beliau berkata, ‘Wahai manusia! Setiap satu keluarga di setiap tahun harus menyembelih dan juga Al-‘Atiirah. Apakah kamu tahu apa itu Al-‘Atiirah? Dia adalah yang dinamakan Ar-Rajabiyah2.”3
Syaikh Al-Albani menshahihkan hadits ini. Syaikh ‘Abdul-Muhsin Al-Abbad mendha’ifkannya dalam penjelasan beliau terhadap Sunan Abi Dawud.
Jika ternyata kedua hadits ini shahih atau hasan, maka ini menjadi dalil yang sangat kuat untuk mengatakan bahwa hukum berqurban adalah wajib setiap tahun untuk orang yang memiliki kelapangan.
Akan tetapi terdapat atsar dari Abu Bakr, Umar bin Al-Khaththab dan Abu Mas’ud Al-Anshari radhiallahu ‘anhuma yang menunjukkan bahwa mereka berdua sengaja meninggalkan berqurban agar ibadah tersebut tidak dianggap wajib oleh kaum muslimin4.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
(( إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا.))
Jika telah masuk sepuluh hari (pertama di bulan Dzul-hijjah) dan seorang di antara kalian ingin menyembelih, maka janganlah dia mengambil sedikit pun dari rambut dan tubuhnya.”5
Wallahu a’lam bishshawab.
Sikap yang sebaiknya kita ambil dalam permasalahan seperti ini adalah bersikap hati-hati (wara’). Seandainya pendapat yang mewajibkannya benar, maka kita selamat dari dosa meninggalkannya. Kalaupun ternyata salah, maka kita telah mengerjakan amalan sunnah dan syiar Islam.
{ ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ }
Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (QS Al-Hajj : 32)

Apa batas kelapangan sehingga seseorang sangat dianjurkan untuk menyembelih?

Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Di dalam madzhab Imam Syafii, seseorang dikatakan memiliki kelapangan apabila dia memiliki nafkah untuk diri dan keluarga yang ditanggungnya pada hari idul-adhha dan ketiga hari tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Dzul-hijjah). Allahu a’lam bishshawab. Jika semua orang yang memiliki kelapangan mau berqurban insya Allah daging qurban akan melimpah di masyarakat kaum muslimin, sehingga seluruh kaum muslimin bergembira dengan hari raya qurban ini.

Bolehkah orang yang berqurban mengikutkan pahalanya untuk keluarganya?

Boleh, sebagaimana dilakukan oleh para sahabat di zaman dahulu. Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata:
(كَانَ الرَّجُل فِي عَهْد النَّبِيّ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْل بَيْته فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاس فَصَارَ كَمَا تَرَى.)
Dulu pernah ada seorang laki-laki di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih kambing untuk dirinya dan keluarga, kemudian mereka pun makan dan memberi makan (orang lain), kemudian orang-orang berlomba-lomba untuk melakukannya, hingga menjadi seperti yang engkau lihat6

Lafaz-lafaz nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak menyembelih hewan qurban

Diwajibkan mengucapkan (بسم الله)/bismillah ketika menyembelih dan disunnahkan menambahkannya dengan (والله أكبر)/wallahu akbar.
Ada beberapa riwayat yang menunjukkan lafaz penyembelihan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya:
  1. Hadits yang sedang kita bahas ini.
  2. (بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ)
    /Dengan nama Allah. Ya Allah terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad dan Umat Muhammad.7
  3. (بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ، عَنْ مُحَمَّدٍ وَأُمَّتِهِ مَنْ شَهِدَ لَكَ بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لِي بِالْبَلاَغِ)
    /Dengan nama Allah. Ini dari Muhammad dan umatnya yang bertauhid kepada-Mu dan bersaksi bahwa aku telah menyampaikan (risalah).8
  4. Dan ada beberapa lafaz lagi yang mirip dengan di atas, sebagian riwayatnya lemah (dha’if).

Hukum mengucapkan nama orang yang berqurban

Disunnahkan mengucapkan nama-nama orang yang berqurban jika dia mewakilkannya kepada orang lain. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib9, Ibnu ‘Abbas10, Al-Hasan Al-Bashri11 bahwa mereka menyembelih dengan mengucapkan tambahan lafaz “(اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ فُلاَنٍ)/Ya Allah terimalah dari si Fulan.” Hadits yang sedang kita bahas ini terdapat keumuman bahwa Rasulullah mengucapkan qurbannya tersebut untuk dirinya dan orang lain.

Hukum berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia

Berqurban untuk orang yang sudah meninggal dunia terbagi menjadi tiga macam:
  1. Orang yang hidup mengikutkan pahala berqurban untuk orang-orang yang telah meninggal dunia.
  2. Orang yang sebelum meninggal dunia, berwasiat untuk berqurban.
  3. Mengkhususkan hewan qurban untuk orang yang sudah meninggal dunia.
Untuk macam pertama dan kedua para ulama membolehkannya. Akan tetapi untuk macam yang ketiga terjadi perselisihan di kalangan ulama. Jumhur ulama memandang tidak bolehnya, sedangkan madzhab Imam Ahmad memandang hal tersebut diperbolehkan.
Allahu a’lam, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang mengatakan hal tersebut diperbolehkan. Pendapat inilah yang dipegang oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah, kemudian ulama-ulama abad ini seperti: Syaikh Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
Dalil yang menunjukkan hal tersebut di antaranya hadits yang sedang kita bahas ini dan hadits-hadits yang lainnya yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengikutkan orang-orang yang telah meninggal dunia di dalam penyembelihannya. Dalil ini bersifat umum akan kebolehan berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia.
Berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia termasuk jenis sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia. Dan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia diperbolehkan oleh para ulama.
Akan tetapi, orang yang berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia, tidak boleh mengambil sedikit pun dari hewan qurban tersebut, karena dia telah meniatkannya sebagai sedekah.
Imam At-Tirmidzi berkata:
وَقَدْ رَخَّصَ بَعْضُ أَهْلِ اْلعِلْمِ أَنْ يُضَحِّىَ عَنِ الْمَيِّتِ وَلَمْ يَرَ بَعْضُهُمْ أَنْ يُضَحِّىَ عَنْه, وَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنِ الْمُبَارَكِ: أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ يَتَصَدَقَ وَلَا يُضَحِّى عَنْه وَإِنْ ضَحَّى فَلَا يَأْكُلْ مِنْهَا شَيْئًا وَيَتَصَدَّقْ بِهَا كُلَّهَا
“Sebagian ahli ilmu memberikan rukhshah (keringanan) untuk berqurban untuk orang yang sudah meninggal, sebagian lagi mengatakan tidak boleh. ‘Abdullah bin Al-Mubarak berkata, ‘Yang lebih aku sukai adalah dia cukup bersedekah dan tidak berqurban. Apabila dia berqurban (untuk orang yang telah meninggal) maka dia tidak boleh makan sedikit pun darinya, dia harus mensedekahkan seluruhnya.”12
Kalau kita perhatikan perkataan Abdullah bin Al-Mubarak di atas, kita bisa memahami bahwa menyembelih untuk orang yang sudah meninggal diperbolehkan tetapi hukumnya tidak sunnah. Dan beliau lebih menyukai bersedekah untuk orang yang sudah meninggal daripada menggantikan sedekah tersebut dengan qurban. Allahu a’lam, pendapat inilah yang rajih (lebih kuat).
Demikian. Mudahan tulisan ini bermanfaat.

Catatan Kaki

1 HR Ahmad dalam Musnad-nya no. 8273, Ad-Daruquthni dalam Sunannya no. 4762 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 7565. Di dalam sanad Ahmad dan Al-Hakim terdapat Abdullah bin ‘Ayyasy, dia shaduq yaghlath sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam At-Taqrib, di dalam sanad Ad-Daruquthni terdapat ‘Amr bin Al-Hushain dan Ibnu ‘Ulatsah keduanya matruk. Kedua jalur yang seperti ini tidak bisa saling menguatkan sehingga dzhahir sanad hadits ini lemah. Syaikh Al-Albani mengatakan hadits ini hasan dalam Takhrij Musykilail-Faqr no. 102. Sedangkan para imam seperti At-Tirmidzi, Ibnu ‘Abdl-Barr, Al-Baihaqi dan Ibnu Hajar merajihkan hadits tersebut mauquf. (As-Sunan Al-Kubra lil-Baihaqi no. 19485, Bulughul maram).
2 Maksudnya sembelihan di awal bulan Rajab. Allahu a’lam Jumhur ulama memandang tidak disunnahkan menyembelih di bulan Rajab karena ada hadits yang menghapuskan (me-naasikh) hukumnya. Untuk penjelasan lebih lanjut silakan melihat buku-buku penjelasan (syarh) hadits ini.
3 HR Abu Dawud no. 2790, At-Tirmidzi no. 1518 dan Ibnu Majah no. 3125. Abu Dawud berkata, “Al-‘Atiirah dihapuskan hukumnya (mansukh). Khabar (hadits) ini mansukh.”
4 Lihat Ma’rifatus-Sunan wal-Atsar lil-baihaqi no. 5832 dan 5833.
5 HR Muslim no. 1977.
6 HR At-Tirmidzi no. 1505 dan Ibnu Majah no. 3147. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi.
7 HR Muslim 1967.
8 HR Musnad Abi Ya’la no. 1792.
9 Lihat Syu’abul-Iman. Imam Al-Baihaqi. Hadits no. 6958.
10 Lihat As-Sunan Al-Kubra. Imam Al-Baihaqi. Hadits no. 19642.
11 Lihat Al-Mathalib Al-‘Aliyah. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Hadits no. 2367.
12 Lihat di dalam Sunan At-Tirmidzi di bawah hadits no. 1495.

Daftar Pustaka

  1. Ahkamul-Udhhiyah wadz-Dzakah. Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
  2. Al-Mufashshal fi Ahkamil-Udhhiyah. Hisamuddin ‘Afanah.
  3. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah. Wizarah Al-Auqaf Wasy-Syu-un Al-Islamiyah.
  4. Ahadits fi Masyru’iyatil-‘Udhhiyah wal-Amru bihawww.assunnah.org.sa . tanpa disebutkan nama penulisnya.
  5. Buku-buku hadits dalam catatan kaki dan lain-lain sebagian besar sudah dicantumkan di footnotes.

Artikel Muslimah.Or.Id
Continue Reading...

Tasawuf Spiritualitas Alami


Tasawuf  berasal dari kata shafa (bersih) ataushuf (bulu domba). Istillah Shafa menunjuk pada adanya pola spiritualitas untuk pembersihan jiwa. Sedangkan Shuf (pakaian wool da bulu domba) merupakan pakaian khas kaum asketis (zâhid) klasik sebagai simbol keserdehaan. Pelaku Tasawuf kehidupannya diisi dengan perjuangan dan penyucian jiwa untuk pemurnian hati (al-qalb). Keserderhanaanan yang dilambangkan dengan pakaian wool dari bulu domba dimaksudkan sebagai pola hidup dalam kesucian yang tidak terkontaminasi energi negatif dari aspek-aspek keduniawian. Energi-energi negatif dalam bentuk nau dan vibrasi setan merupakan hal utama yang harus ditekan. Energi negatif inilah yang membuat jiwa menjadi kotor, hingga hijab antara manusia dengan Allah semangkin tebal, sehingga terjatuh dalam dzulumât (kegelapan).
Untuk mengeluarkan energi negatif ini maka di dalam tasawuf diajarkanqiyamulail (the night vigil) atau shalat malam dan zikir-zikir dengan teknik muraqabah(meditasi) yang paling ampuh untuk mengusir pengaruh vibrasi setan dan getaran nafsu tubuh, sehingga dapat menjadikan seseorang merasa segar dalam kondisi kejiwaan yang baik. Shalat dan zikir malam merupakan olah ruhani yang akan memiliki implikasi positif yang sangat luar biasa bagi perkembangan tubuh, emosi, mental, dan spiritual.
Dalam perkembangannya, tasawuf merupakan reaksi atas paham intelektualisme agama yang menjadikan agama sebagai komoditas intelektual, reaksi terhadap formalisme (paham serba formal) yang menjadikan agama kering tanpa penghayatan, dan reaksi terhadap paham serba materi (keduniawian) yang mementingkan aspek fisik duniawi (kekayaan, harta, pangkat, jabatan dan sebagainya). Sebagai jalan ruhani, tasawuf  bersumber mata air dari firman Allah SWT dan nada-nada nubuwwah. Walaupun tidak dipungkiri adanya pengaruh dari praktik-praktik mistis. Esoterisme Islam (mistisisme Islam), sebuah laku spiritual berbabsis pada tradisi Islam.
Di dalam tasawuf dikenal istilah tasawuf akhlagi (menitik beratkan pada moralitas). Tasawuf akhlagi menekankan jalan penyucian jiwa agar bersih, guna menuju kesempurnaan. Dalam konteks ini, tasawuf diawali dengan takhalli(pembersihan jiwa dari unsur energi negatif), tahalli (penghiasan diri dengan energi Ilahi/positif) sampai pada tajalli (tersingkapnya nur gaib bagi hati yang bersih. Tajallimerupakan keadaan terbuka hatinya, sehingga dapat melihat cahaya Ilahi. dengan laku-laku moral spiritual ini, peserta Pelatihan Ilmu Bioenergi melakukan ritual-ritual spiritual untuk menangkap cahaya-Nya yang begitu besar dan menakjubkan dalam rangka melakukan eksistensi.
HM. Syaiful M. Maghsri memaparkan perbaikan akhlak  tasawuf menekan ajaran-ajaran jalan mistik (spiritual esoteris) menuju kepada Yang Ilahi. Tasawuf yang demikian disebut tasawuf ‘Amali’. Amali artinya bentuk-bentuk perbuatan, yaitu sejenis lika-liku menempuh perjalannan spiritual yang sering disebut thariqah (tarekat, perjalanan spiritual). Dalam konteks ini menurut Syaiful M. Maghsri yang dikenal dengan adanya (santri), musyrid (guru, syekh) dan juga alam kewalian. Laku tarekat dimaksudkan untuk melakukan perluasaan kesadaran dari kesadaran nafsu ke kesadaran ruhaniah yang lebih tinggi.
Semangkin manusia dapat menaiki jenjang spiritual ke arah tingkatan kehidupan yang lebih tinggi, maka semangkin dapat menemukan pengetahuan esoterik (ma’rifat). Oleh karena itu, maka dikenal istilah maqamat (stasion-stasion spiritual), yang menunjuk pada tingkatan kesadaran spiritual (sebuah kesadaran jiwani) di mana seseorang sufi sudah dapat mencapainya.

Tasawuf merupakan penempaan jiwa untuk menguatkan energi dalam rangka evolusi spiritual menuju Absolusitas Ilahiyah. Proses penempaan ini sangat efektif untuk pembersihan hati dari berbagai penyakit hati yang tersembunyi. Implikasinya, tubuh pun akan menjadi sehat, karena jiwa yang bersih. Pada tahap lanjut, tasawuf sebagai sebuah metode berkembang dalam banyak varian. Tarekat adalah pengembangan tasawuf untuk tujuan peningkatan spiritualitas di samping peningkatan moralitas. Tarekat adalah sebuah jalan spiritual yang di dalamnya terkandung teknik dan cara pembersihan hati dari kotoran-kotoran yang menjadi penyekat atau tabir (hijab) untuk mengenal Allah SWT. Bersihnya hati mengindikasikan adanya daya tangkap manusia terdalam, halus, dan tinggi yang bergetar setelah menerima energi Ilahi dalam penghayatan ilahiyah yang tak terukur dan tak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Dalam pengertian ini, maka tarekat sama fungsi dasarnya dengan zikir (Bioenergi) atau pun lika-liku spiritual lain, khususnya dalam aspek metodologis.       

Lebih spesipik, taswuf juga dikembangkan dalam bentuk penyembuhan (sufi healing). Penyembuhan  dengan metode tasawuf sudah berkembang dalam waktu yng sangat panjang. Bahkan menjadi pola penyembuhan alternatif yang banyak diminati masyarakat. zikir-zikir dan lika-liku tasawuf secara umum akan memunculkan energi positif yang datang dari Allah SWT yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, penyembuhan dan spiritualitas. Juga dari tangan-tangan para sufi itu energi Allah SWT mengalir secara menakjubkan, baik untuk penyembuhan maupun penyelarasan-penyelarasan.
Dalam konteks ini, tidak dibahas tasawuf secara panjang lebar, tetapi lebih difokuskan pada muatan-muatan spiritualitasnya dalam memberi warna bagi peserta Pelatihan Ilmu Bioenergi. Tasawuf yang menekankan pada komunikasi kepada Allah SWT akan berimplikasi pada kesucian hati, kebersihan pikiran dan kebahagian jiwa. Lebih lanjut, kondisi psikologis yang selaras dan seimbang tersebut akan memunculkan setidak-tidaknya tiga hal yaitu, kesehatan, kemampuan luar biasa dan transendensi spiritual. Dari perspektif inilah, Syaiful M. Maghsri bermaksud memasukkan nilai-nilai moral tasawuf dalam praktik Pemanfaatan Bioenergi. Ia sendiri membuktikan bahwa praktik-praktik Bioenergi dengan moralitas sufistik akan lebih luar biasa dampaknya bagi peningkatan kualitas organ fisik dan psikis yang dimiliki manusia.
Olah spiritual merupakan fenomena universal. Menurut Syaiful M. Maghsri ,sesorang yang memiliki kesadaran tinggi melebihi kesadaran banyak orang akan dihiasi dengan hati yang bersih, keluhuran moral dan ketekunan dalam latihan spiritual, maka akan memiliki kelebihan dalam kemampuan psiko-spiritual.Kemampuan Ini tidak dibatasi oleh agama tertentu, sebagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi yang sifatnya lintas agama karena universalitasnya. Jika ada orang-orang yang memiliki keahlian, di bidang spiritual maupun iptek, maka hal ini disebabkan karena mereka dapat memahami fenomena alam (ayat kauniyah). Spiritualitas dan sains adalah fenomena universal yang tidak perlu dilihat apa agamanya, tetapi apa manfaat dari penemuannya bagi kemaslahatan umat manusia. Memanfaatkan Bioenergi sama artinya dengan memanfaatkan energi air atau pun sinar matahari untuk listrik dan sebagainya.
Islam adalah agama rahmat untuk keselamatan dunia akhirat. Misi penyelamatan, rahmat dan perdamaian (al-Islam) bukan hanya untuk umat Islam saja tetapi juga untuk sekalian alam. Inilah makna Islam sebagai rahmatan lil’alamin (rahmat bagi sekalian alam). Oleh karena itu, ilmu apa pun yang memiliki misi rahmat dan penyebar kedamaian di dalam kehidupan ini, maka bersesuaian dengan misi Islam. Rahmat dalam segala variannya adalah bagian penting dan sangat ditekankan dalam kosmologi Islam.
Oleh karena itu, untuk menarik hubungan antara Bioenergi dan Islam bukan dengan mencari ayat-ayat Al-Qur’an dan nada-nada nubuwwah terkait Bioenergi. Hal ini tidak akan diketemukan. Bioenergi merupakan teknologi spiritual yang diketemukan jauh pasca kenabian, sebagaimana nuklir merupakan teknologi atom-material yang diketemukan era modern. Karena merupakan produk ijtihadi manusia sebagai khalifah fil ardl, Bioenergi tidak dapat dinilai secara eksplisit dari keterangan-keterangan kitab suci sebagaimana kitab suci juga tidak pernah bicara nuklir. Yang penting adalah apakah Bioenergi itu bertentangan dengan ide-ide  moral ajaran syariat Islam atau tidak. Bioenergi sebagai olah spiritual untuk kesehatan dan peningkatan spiritual bertujuan untuk menciptakan manusia yang sehat, berkepribadian luhur dan memiliki spiritualitas tinggi. Ini adalah rahmat bagi sesama. Oleh karenanya, maka tidak ada alasan menolak Bioenergi hanya karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi atau tidak disebut di dalam Al-Qur’an. Sebagaimana nuklir atau pun penggunaan teknologi modern dan juga tidak pernah di sebut dalam Al-Qur’an serta nada nubuwwah. Memahami basis moral Bioenergi dan filosofi yang mendasarinya adalah lebih tepat menilainya ketimbang bersikap skriptiralis atau melihat secara hitam-putih di sisi luar kulitnya.
Ada beberapa argumen yang dapat digunakan sebagai dasar nalar bahwa Bioenergi tidak bertentangan dengan Islam, yaitu :
1.     Islam sebagai agama rahmat akan membenarkan proses-proses ijtihadi(pengembangan dari daya nalar atau intuisi) manusia dalam mewujudkan manusia berkualitas yang sehat, baik secara fisik, psikis, mental maupun spiritual. Dari perspektif ini, maka tidak ada ruang tembak untuk menyudutkan bahwa Bioenergi bertentangan dengan agama, karena praktik Bioenergi ditujukan untuk kesehatan, fisik, psikis, mental dan spiritual.
2.     Bioenergi yang dimanfaatkan praktisi Bioenergi kepada orang lain, binatang, tumbuhan, makanan, minuman atau lokasi (ruangan) untuk mengusir energi negatif dalam berbagai varian bentuknya, hanya akan mengalir  karena kepasrahan (kondisi tawakkal) kepada Allah SWT. Hal ini mengindikasikan bahwa praktik Bioenergi adalah praktik religius, karena selalu harus dibarengi keyakinan adanya prakarsa Allah SWT di balik seluruh praktik spiritual yang dijalani. Tidak ada satu pun pratiksi Bioenergi yang menjadikan Bioenergi sebagai Tuhan, karena yang demikian tidak akan dapat mengalirkan Bioenergi. Keunikan Bioenergi adalah sekaligus membantah bahwa Bioenergi itu syirik, karena Bioenergi adalah energi hidup yang ada di alam semesta ini serta tidak mengandung azimat, jin, maupun klenik.
3.     Ilmu tidak dipandang dari siapa penemunnya, tetapi bagaimana pola kerja dan manfaatnya bagi kemanusiaan. Ilmu dan teknologi bersifat universal, sehingga dianjurkan umat Islam untuk mencarinya di mana pun dan kapan pun, selagi tidak bertentangan dengan ajaran syariat. Nabi pun pernah bersabda, “Tuntutlah ilmu walau sampai negeri Cina.” Ilmu secara aksiologis tidak dilihat dari mana asalnya, tetapi bagaimana cara memperoleh, mempraktikkannya, tujuan praktik dan manfaatnya bagi umat manusia.
4.     Setiap peserta Pelatihan Ilmu Bioenergi, senantiasa berdoa sebelum melakukan latihan-latihan, baik self healing, penyembuhan orang lain maupun ketika zikir. Doa adalah inti dari agama, dan dari doa itulah terjadi hubungan makhluk dengan Tuhan. Doa tidak mungkin dilakukan untuk kejahatan-kejahatan. Selain itu Bioenergi hanya dapat dipergunakan dalam hal-hal yang sifatnya positif. Jika berusaha melakukan upaya negatif dengan Bioenergi, maka yang demikian akan gagal. Islam hanya menentang pengalaman lika-liku spiritual yang salah (syirik, menyekutukan Tuhan) maupun untuk kepentingan negatif (ma’shiyyah). Cara-cara yang ditempuh Bioenergi adalah cara-cara luhur yang tidak diketemukan muatan-muatan laku syirik (penyekutuan terhadap Tuhan). Bioenergi tidak lebih dari upaya spiritual mengakses energi alam yang disediakan Allah SWT.
5.      Peserta Pelatihan Ilmu Bioenergi tidak mengenal mantra-mantra atau sesaji-sesaji dalam bentuk apa pun. Bioenergi merupakan olah spiritual murni untuk membersihkan jalur-jalur energi agar dapat mengakses energi Ilahi untuk kemaslahatan umat manusia maupun rahmat bagi sekalian alam. Seorang praktisi Bioenergi, dalam penyaluran Bioenergi yang hanya dapat disalurkan dengan niat, kontak dengan Allah SWT dalam kepasrahan dan sikap tenang, santai, fokus, rileks.
6.      Bioenergi masuk ke tubuh peserta melalui generator tubuh, yaitu jalur yang sifatnya Ilahi dan menjadi pusat tubuh spiritual manusia. Bioenergi yang masuk melalui generator tubuh dipastikan tidak terkontaminasi energi negatif dalam bentuk apa pun. Bioenergi sebagai energi hidup yang masuk  melalui generator kepala, tidak dapat ditumpangi oleh kekuatan-kekuatan negatif baik dari setan, jin jahat maupun sihir. Dari perspektif inilah maka peserta Bioenergi dikatakan sebagai praktik spiritual yang positif dan religius.
7.      Meditasi Bioenergi dapat dilakukan berbarengan dengan zikir-zikir dalam berbagai varian teknisnya. Energi positif hanya dapat bersenyawa dengan energi yang memiliki sifat yang sama. Sebagai seorang muslim, dzikir merupakan kontak komunikasi antara makhluk dengan Sang Khalik. Memanfaatkan Bioenergi sambil zikir merupakan kenikmatan psiko-spiritual yang luar biasa, baik dari sisi proses maupun manfaatnya. Jika Bioenergi berbasis pada energi negatif, pasti persenyawaan tidak mungkin terjadi.
8.      Bioenergi yang secara fungsional dimanfaatkan untuk menekan segala macam bentuk energi negatif (penyakit fisik dan nafsu-nafsu rendah) sangat mendukung ajaran Islam. Bukankah agama memerintahkan untuk menekan nafsu-nafsu rendah guna meningkatkan kesadaran?
9.      Bioenergi meningkatkan keimanan, selain melakukan kontak dan komunikasi dengan Allah SWT dalam ritual keseharian, seorang praktisi Bioenergi juga melakukan komunikasi dengan-Nya ketika melakukan Adjustment, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Secara kuantitatif dan kualitatif, komunikasi dengan Allah SWT secara lebih sering akan dapat meningkatkan keimanan. Komunikasi dengan Tuhan adalah bagian terpenting dalam Bioenergi. Hal ini sangat menunjang peningkatan kualitas keberagamaan dan religiusitas para peserta Pelatihan Bioenergi.
10.  Dalam pemanfaatan Bioenergi dilandasi oleh empat prinsip pemanfaatan;Pertama, Keyakinan yaitu yakin pada Allah bahwa sumber permohonan dan pertolongan adalah Allah; yakin pada diri sendiri dan yakin pada apa yang dilakukan. Kedua, Niat, tidak ada satu amalpun yang tidak didahului dengan niat. Niat dilakukan dengan doa dan zikir pada Allah. Ketiga, Usaha; dengan cara dan metode yang halal tidak bertentangan dengan syariat agama.Keempat, setelah usaha yang sungguh-sungguh dilanjutkan pasrah kepada Allah (tawakal) yaitu posisi hati dimana seseorang tidak memikirkan hasil usahanya karena hasilnya adalah dari Allah semata.
Bioenergi tidak mungkin bersenyawa dengan kekuatan jin-jin jahat dan setan atau pun sihir. Seandainya terlihat seorang peserta Pelatihan Bioenergi diikuti jin, maka ini merupakan dua hal yang berbeda. Jika jin itu diusir, maka praktisi Bioenergi masih tetap dapat mengalirkan Bioenergi seperti semula. Ini bisa dibuktikan sekaligus pertanda bahwa Bioenergi bukan dari jin maupun klenik, apalagi energi setan. Semakin seseorang menekuni Bioenergi, maka kesadarannya akan semakin luas, pengalaman sensasional semakin banyak, dan rahasia-rahasia kehidupan dimengerti.

Dari berbagai argumen ini, maka jelas dan pasti bahwa Bioenergi bukanlah klenik, azimat maupun mengandung jin dan bukan suatu olah spiritual yang bertentangan dengan agama mana pun. Bioenergi merupakan energi yang masuk melalui generator tubuh, sehingga tidak benar bahwa Bioenergi mengakses energi jin. Syaiful sendiri membuktikan bahwa Bioenergi justru dapat mengusir atau setidaknya membuat panas bagi jin-jin jahat yang bersarang di tubuh atau lokasi tertentu. Jika Bioenergi berasal dari energi jin, maka dipastikan peserta Pelatihan Bioenergi akan memiliki amarah yang semangkin kuat akibat ditunggangi kekuatan jin yang tercipta dari api.

Pada akhirnya, keyakinan akan kekuasaan Tuhan akan bertambah. Nafsu duniawi pun terkendali, gila materi mulai terbakar dan emosi amarah mulai terkikis. Kesehatan manusia seutuhnya (lahir dan bathin) inilah yang menjadi salah satu kata kunci penting dalam Islam.

Menurut Syaiful M. Maghsri Bioenergi merupakan tradisi spiritual yang melengkapi kehidupan beragama. Ia memaparkan bahwasanya Bioenergi sangat bermanfaat bagi terciptanya manusia yang berkualitas, yaitu manusia yang sehat secara fisik, sadar akan eksistensi psikisnya dan spiritualitas yg yang memiliki sandaran yang jelas. Fenomena semacam ini dapat dikatakan sebagai fenomena saintifik magis karena spiritualitas agama digabungkan dengan teknologi spiritual untuk membuat rumusan tentang fenomena alam dalam kerangka menciptakan teknik-teknik bagi keberhasilan kehidupan.

Bioenergi lebih sebagai ide dan gerakan moral yang membumi dengan muatan sufistik untuk kesehatan, keselarasan psikis dan peningkatan spiritualitas yang religius. Bioenergi juga tidak dimaksudkan untuk memaksakan ajaran tasawuf tertentu dalam praktik Bioenergi atau memaksakan simbol-simbol tarekat dalam praktek Bioenergi. Penekanan Bioenergi adalah memberikan muatan sufistik (moralitas dan spiritual agama Islam) agar religiusitas Bioenergi semangkin berkualitas. Jadi Bioenergi merupakan teknik pemanfaatan energi hidup yang diberi muatan-muatan moralitas dan spiritualitas tasawuf untuk meningkatkan kualitas energi dan penghambaan kepada Allah SWT (ta’abbud ilallah). Ibadah sufistik erat kaitannya dengan praktik mistis-spiritual.
Bioenergi merupakan olah spiritual yang sifatnya universal, lintas agama, budaya dan tradisi. Bioenergi bukanlah agama, tetapi tidak bertentangan dengan agama mana pun, sebagaimana sains dan teknologi yang tidak terkait dengan agama mana pun. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hasil ijtihadi (pengembangan fakultas) dari rasionalitas manusia, sedangkan Bioenergi dan juga teknik spiritual lainnya merupakan hasil ijtihadi dari fakultas ruhani manusia. Lebih baik itu, Bioenergi bukan saja tidak bertentangan dengan agama tetapi justru bermanfaat bagi keberagaman praktisinya yang tersebar di berbagai agama dan negara mana   pun.


Continue Reading...

Jumat, 30 Januari 2015

Efek Spiritualitas untuk Penyembuhan


Spiritualitas hendaknya tidak hanya dihubungkan dengan aspek keimanan manusia kepada Sang Pencipta saja. Spiritualitas juga sebenarnya merupakan aspek penting dari kesehatan karena memberi kontribusi sebagai obat dan  penyembuh dari segala macam penyakit.

"Spiritualitas telah menjadi bagian terpenting dari kesehatan. Bahkan spritualitas juga memiliki daya penyembuh yang sangat kuat," kata Dr. Taufiq Pasiak, Kepala Devisi Neurosains/ Neuroanatomi Departemen Anatomi-Histologi, Fakultas Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado dalam seminar Healthy Brain for Healthy Life, di MRCCC Siloam Semanggi, Sabtu, (14/1/2012), di Jakarta.
Menurut Taufiq, praktik-praktik spiritual terbukti dapat mengubah dan membentuk struktur otak manusia, di samping juga efeknya terhadap penyembuhan. Bahkan pengetahuan tentang spiritualitas kini sudah menjadi perhatian serius sejumlah dokter ahli jiwa.

Sebuah karya ilmiah dari para ahli kedokteran jiwa menegaskan bahwa spiritualitas dapat menjadi pendukung penting dalam penyembuhan pasien, tetapi juga berpeluang membuat manusia mengalami gangguan jika salah mengartikan ajaran-ajaran agama. 

"Spiritulitas terbukti memiliki nila-nilai yang penting bagi peneguhan kesehatan mental. Artinya, terdapat kaitan sangat kuat antara nilai-nilai spiritualitas dan kesehatan mental," jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. Suhartono Taat Putra dari Airlangga Soetomo Neuroscience Society memaparkan lima contoh manfaat yang menghubungkan antara praktik spiritualitas dengan kesehatan :

1. Sholat Malam (Tahajud)
Sholat malam ternyata dapat membuat sel-sel dalam tubuh seseorang menjadi aktif. Sebagaimana diketahui, sel yang aktif dapat menjadi alat proteksi tubuh terhadap berbagai ancaman kuman penyakit. 

2. Puasa 
Beberapa penelitian telah memperlihatkan hubungan yang kuat antara puasa dan peningkatan imunitas. Hal ini lantaran ketika berpuasa, produksi oksidan atau radikal bebas berkurang sementara tubuh memproduksi antioksidan. "Asalkan dijalankan dengan benar, puasa itu sebenarnya menyehatkan," katanya.

3. Ibadah haji 
Ibadah Haji merupakan ibadah fisik, karena hampir 90 persen aktifitas ibadah ini memerlukan fisik; dari mulai perjalanan menuju Miqat, Thowaf, Sa'i, pergi menuju Arafah, bergerak menuju Mudzdalifah, bermalam di Mina, sampai melempar jumroh. Kondisi ini sebenarnya secara tidak langsung memberikan manfaat kesehatan kepada Anda, karena dapat meningkatkan ketahanan tubuh.

4. Keikhlasan
Ikhlas pada setiap cobaan yang dialami tampaknya bisa menjadi obat yang ampuh untuk melawan berbagai jenis penyakit. Riset menunjukkan bahwa penderita HIV yang ikhlas menerima keadaan akan mengalami perubahan kadar heat shock protein (HSP) 70. Bahkan, keikhlasan juga dapat membangun komunikasi terapeutik antara pasien dengan perawat.
Contoh: 
seorang perawat yang lama bekerja dan merawat pasien pengidap penyakit TBC ternyata dia tidak pernah tertular penyakit pasien. Mengapa ini terjadi? Setelah dilakukan penelitian ternyata ada perubahan sel dalam tubuh yang menjadi fagosit, sehingga kuman mikroba tidak bisa tumbuh dan justru dimakan. "Jadi, apa pun pekerjaan orang itu asalkan dia melakukannya dengan ikhlas dan sepenuh hati, maka akan beroleh kebahagiaan," jelasnya.

5. Dzikir
Selalu ingat kepada Tuhan ternyata dapat meningkatkan kadar HSP 72 di dalam tubuh. "HSP 72 itu anti apoptosis. Artinya, dia mencegah sel cepat mati," kata Suhartono.
Continue Reading...

Pengertian Takhalli, Tahalli, dan Tajalli


Manusia dilengkapi oleh Allah dua hal pokok, yaitu jasmani dan rohani. Dua hal ini memiliki keperluan masing-masing. Jasmani membutuhkan makan, minum, pelampiasan syahwat, keindahan, pakaian, perhiasan-perhiasan dan kemasyhuran. Rohani, pada sisi lain, membutuhkan kedamaian, ketenteraman, kasih-sayang dan cinta.
Para sufi menegaskan bahwa hakekat sesungguhnya manusia adalah rohaninya. Ia adalah muara segala kebajikan. Kebahagiaan badani sangat tergantung pada kebahagiaan rohani. Sedang, kebahagiaan rohani tidak terikat pada wujud luar jasmani manusia. Sebagai inti hidup, rohani harus ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi. Semakin tinggi rohani diletakkan, kedudukan manusia akan semakin agung. Jika rohani berada pada tempat rendah, hina pulalah hidup manusia. Fitrah rohani adalah kemuliaan, jasmani pada kerendahan. Badan yang tidak memiliki rohani tinggi, akan selalu menuntut pemenuhan kebutuhan-kebutuhan rendah hewani. Rohani hendaknya dibebaskan dari ikatan keinginan hewani, yaitu kecintaan pada pemenuhan syahwat dan keduniaan. Hati manusia yang terpenuhi dengan cinta pada dunia, akan melahirkan kegelisahan dan kebimbangan yang tidak berujung. Hati adalah cerminan ruh. Kebutuhan ruh akan cinta bukan untuk dipenuhi dengan kesibukan pada dunia. Ia harus bersih.
Dalam rangkaian metode pembersihan hati, para sufi menetapkan dengan tiga tahap : Takhalli, Tahalli, dan Tajalli. Takhalli, sebagai tahap pertama dalam mengurus hati, adalah membersihkan hati dari keterikatan pada dunia. Hati, sebagai langkah pertama, harus dikosongkan. Ia disyaratkan terbebas dari kecintaan terhadap dunia, anak, istri, harta dan segala keinginan duniawi.
Dunia dan isinya, oleh para sufi, dipandang rendah. Ia bukan hakekat tujuan manusia. Manakala kita meninggalkan dunia ini, harta akan sirna dan lenyap. Hati yang sibuk pada dunia, saat ditinggalkannya, akan dihinggapi kesedihan, kekecewaan, kepedihan dan penderitaan. Untuk melepaskan diri dari segala bentuk kesedihan, lanjut para saleh sufi, seorang manusia harus terlebih dulu melepaskan hatinya dari kecintaan pada dunia.
Tahalli, sebagai tahap kedua berikutnya, adalah upaya pengisian hati yang telah dikosongkan dengan isi yang lain, yaitu Allah (swt). Pada tahap ini, hati harus selalu disibukkan dengan dzikir dan mengingat Allah. Dengan mengingat Allah, melepas selain-Nya, akan mendatangkan kedamaian. Tidak ada yang ditakutkan selain lepasnya Allah dari dalam hatinya. Hilangnya dunia, bagi hati yang telah tahalli, tidak akan mengecewakan. Waktunya sibuk hanya untuk Allah, bersenandung dalam dzikir. Pada saat tahalli, lantaran kesibukan dengan mengingat dan berdzikir kepada Allah dalam hatinya, anggota tubuh lainnya tergerak dengan sendirinya ikut bersenandung dzikir. Lidahnya basah dengan lafadz kebesaran Allah yang tidak henti-hentinya didengungkan setiap saat. Tangannya berdzikir untuk kebesaran Tuhannya dalam berbuat. Begitu pula, mata, kaki, dan anggota tubuh yang lain. Pada tahap ini, hati akan merasai ketenangan. Kegelisahannya bukan lagi pada dunia yang menipu. Kesedihannya bukan pada anak dan istri yang tidak akan menyertai kita saat maut menjemput. Kepedihannya bukan pada syahwat badani yang seringkali memperosokkan pada kebinatangan. Tapi hanya kepada Allah. Hatinya sedih jika tidak mengingat Allah dalam setiap detik.
Setelah tahap â€کpengosongan’ dan â€کpengisian’, sebagai tahap ketiga adalah Tajalli. Yaitu, tahapan dimana kebahagian sejati telah datang. Ia lenyap dalam wilayah Jalla Jalaluh, Allah subhanahu wata’ala. Ia lebur bersama Allah dalam kenikmatan yang tidak bisa dilukiskan. Ia bahagia dalam keridho’an-Nya. Pada tahap ini, para sufi menyebutnya sebagai ma’rifah, orang yang sempurna sebagai manusia luhur.
Syekh Abdul Qadir Jaelani menyebutnya sebagai insan kamil, manusia sempurna. Ia bukan lagi hewan, tapi seorang malaikat yang berbadan manusia. Rohaninya telah mencapai ketinggian kebahagiaan. Tradisi sufi menyebut orang yang telah masuk pada tahap ketiga ini sebagai waliyullah, kekasih Allah. Orang-orang yang telah memasuki tahapan Tajalli ini, ia telah mencapai derajat tertinggi kerohanian manusia. Derajat ini pernah dilalui oleh Hasan Basri, Imam Junaidi al-Baghdadi, Sirri Singkiti, Imam Ghazali, Rabiah al-Adawiyyah, Ma’ruf al-Karkhi, Imam Qusyairi, Ibrahim Ad-ham, Abu Nasr Sarraj, Abu Bakar Kalabadhi, Abu Talib Makki, Sayyid Ali Hujweri, Syekh Abdul Qadir Jaelani, dan lain sebagainya. Tahap inilah hakekat hidup dapat ditemui, yaitu kebahagiaan sejati.
Wallahu a’lam
Rizqon Khamami.

Continue Reading...

Pengertian,Makna,dan Proses tentang Spiritualitas


Jika kita berbicara mengenai spiritualitas, seolah-olah kita dibawa ke tempat yang jauh di luar diri kita. Suatu tempat yang sulit untuk dijangkau. Suatu proses pencapaian yang sulit dibayangkan dan karenanya menjadi kelihatan tidak mungkin. Apakah memang benar demikian? Marilah kita urai sedikit demi sedikit tentang apa sebenarnya "Spiritualitas" itu.

MAKNA SPIRITUALITAS


Segala puji Bagi Allah, Maharaja Yang Bijak, Yang Maha Pemurah lagi Pemulia, Sang Pemulia Yang Mulia, Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Bijaksana. Dia-lah yang menciptakan Manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya; membentangkan langit dan bumi dengan kekuatan kuadrat-Nya; mengatur segala urusan dengan hikmah-Nya; dan tidak ada Ia ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada–Nya. Salawat dan salam semoga melimpah ruah kepada penghulu segala Rasul Allah beserta seluruh keluarganya yang baik lagi suci. Semoga Allah SWT menyelamatkan dan memuliakan mereka hingga hari Pembalasan.
            Jika kita berbicara mengenai spiritualitas, seolah-olah kita dibawa ke tempat yang jauh di luar diri kita. Suatu tempat yang sulit untuk dijangkau. Suatu proses pencapaian yang sulit dibayangkan dan karenanya menjadi kelihatan tidak mungkin. Apakah memang benar demikian? Marilah kita urai sedikit demi sedikit tentang apa sebenarnya spiritualitas itu.
            Spiritualitas berasal dari kata dasar "spirit" yang dalam kamus diterangkan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan jiwa manusia. Memang dalam bahasa Inggris, 'spirit' bisa juga berarti roh atau hantu, atau sesuatu keadaan gaib yang berada di dalam dan di luar manusia. Kita tentunya tak hendak membicarakan persoalan yang tidak memiliki koneksi langsung dengan manusia karena proses pemahamannya akan membutuhkan waktu yang terlalu lama.
            Marilah kita menggunakan pengertian  dasar kata 'spirit' itu yang berhubungan langsung dengan manusia dan dimiliki oleh setiap manusia. Jadi, definisi yang kita gunakan untuk 'spirit' adalah jiwa manusia dan 'spiritualitas' adalah sesuatu yang ada dan berhubungan dengan jiwa manusia. Mengapa jiwa manusia? Ya, karena kita hendak bicara tentang manusia dan semua manusia yang ada di dunia ini memiliki jiwa. Lalu bagaimana kita akan dapat memahami spiritualitas itu? Bahasan-bahasan di bawah ini akan menerangkan pada Anda tentang prinsip dasar spiritual yang tentunya dapat Anda gunakan untuk memahami secara personal tentang apa itu spiritual.
            Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita bicara sedikit tentang manusia dan jiwa. Setiap orang tentu paham dan mengerti sepenuh hati bahwa manusia ini terdiri dari tubuh dan jiwa. Eksistensi jiwa dapat diproyeksikan melalui pikiran, karena secara umum memang aktivitas jiwa dapat diketahui dengan pola kerja pikiran yang termanifestasikan melalui kata-kata atau perbuatan. Jadi sangat wajar jika orang yang tidak dapat lagi berpikir runtut secara umum dapat dikatakan sebagai 'lali jiwa' atau 'lupa jiwa' atau ‘gila’.
            Jiwa secara lebih mendalam dapat disejajarkan dengan hidup itu sendiri dan hidup memang runtut serta mengikuti hukum-hukum universal yang telah ditentukan (mutlak). Tapi kenapa orang yang 'lali jiwa' itu dapat dikatakan masih hidup? Yah, karena memang dia hanya 'lali jiwa' secara umum, akan tetapi orang itu tidak sepenuhnya meninggalkan jiwa. Yang terjadi adalah ia 'lupa jiwa' sehingga pikirannya tidak bisa memproyeksikan eksistensi jiwa yang termanifestasikan melalui kata-kata dan perbuatan menurut hukum kehidupan.
            Walaupun sebagian besar manusia telah merasa puas dengan pekerjaan dan penghasilan yang mereka dapat, dan sedikit sekali memberikan perhatian kepada persoalan spiritual, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang mempunyai keinginan dalam dirinya untuk mengenal dan mengetahui tentang kebenaran yang hakiki. Dorongan hati yang tersembunyi itu bisa saja tidak terlalu menonjol dalam diri seseorang sehingga tidak terlihat dipermukaan tetapi konsepsi spiritual tersebut bisa saja sewaktu-waktu bangkit.
            Sebagian orang sesat serta orang-orang munafik menganggap Tuhan adalah ilusi semata. Di sisi lain, dalam waktu bersamaan mereka tetap masih mempercayai tentang adanya ‘kebenaran abadi’ tatkala kemurnian hati, dimana wajah mereka orang berhati suci merupakan kenyataan dari alam semesta, pada waktu bersamaan menemukan berbagai macam ketidakstabilan dan kehampaan diri. Syaiful menyadari bahwa keberadaan dunia ini adalah cermin adanya kebenaran abadi. Perwujudan ini tidak mengenal batas apa pun tentang kesenangan, malah kesenangan tersebut didalam pandangannya menjadi tidak bermakna apapun.
            Anggapan tersebut memberikan pedoman dasar yang berkaitan dengan dorongan pengetahuan spiritualitas yang menggambarkan minat Syaiful M. Maghsri  pada persepsi tentang alam semesta, menumbuhkan cinta pada Allah dalam hatinya. Tarikan yang dirasakan dari dorongan kuat ini membuat Syaiful melupakan segalanya dan memberikan pengaruh dalam hati Syaiful. Hal tersebut memberikan pedoman dalam keimanan kepada sang ghaib dengan lebih nyata, dibandingkan dengan semua yang dapat didengar dan diraba. Tarikan tersebut juga merupakan dasar agama yang melahirkan keimanan kepada Allah. Tidak dapat dikatakan menjadi sebuah makna spiritualitas yang baik, bila keberimanannya tersebut disebabkan pengharapannya untuk mendapatkan pujian atau karena ketakutan pada hukuman-Nya. Akan tetapi idealnya adalah karena ingin mengenal dan mencintai-Nya semata, bukan karena alasan apa pun yang melatar belakanginya.

Syaiful M. Maghsri memaparkan dengan spiritual akan dapat menguak penyebab masalah-masalah yang sesungguhnya. Masalah dapat terjadi karena merupakan pembalikan dari kebenaran hakiki, kebenaran ilahiah. Yang selalu nampak dalam indera kita adalah apa yang ada di permukaan dan bukan apa yang sebenarnya. Manusia tidak bisa dan tidak akan mungkin menemukan kebenaran hakiki dalam pengalaman-pengalaman yang terjadi pada masa lalu. Ia hanyalah bentuk dari pola pengulangan dan yang dapat manusia pelajari hanyalah bagaimana pola itu bekerja dalam kehidupan. Manusia harus bergerak lebih maju melampaui segala berpengalaman dan masa lalu.

            Syaiful M. Maghsri menjelaskan dalam ceramahnya bahwasanya kita dapat memahami atmosfer spiritual yang bergerak maju menurut tata harmonisasi dalam kehidupan pribadi kita. Kebaikan, tak saling mengungguli, keutuhan dan peningkatan kualitas adalah bagian dari kerangka kerja alam semesta. Pengingkaran dan penolakan terhadap sistem alam semesta adalah kehancuran yang tak tergantikan.
            Karena proses yang senantiasa maju seperti halnya ruang dan waktu maka dengan sendirinya harus mampu meninggalkan masa lalu kita yang lebih terbentuk karena prinsip keterbatasan. Kita harus memiliki kehidupan diri sendiri, menjalani kehidupan kita sendiri. Kita tidak perlu menjalani kehidupan orang lain, apakah itu: saudara, istri-suami, kawan, orang tua atau bahkan idola kita. Kehidupan yang hanya menurut arahan kehidupan orang lain atau kehidupan yang hanya dijalani berdasarkan pada kehidupan orang lain akan menjadikan diri seperti katak dalam tempurung.
            Spiritualitas mengubah segala sesuatu ke kondisi kesadaran. Seluruh esensi kerja spiritualitas adalah bahwa ia mengubah kesadaran dan menghasilkan perubahan segala sesuatu dan bentuk. Segala sesuatu adalah bentuk kesadaran atau energi yang termanifestasikan. Konsep realisasi kesadaran spiritual ini adalah menurunkan ide-ide spiritual tingkat tinggi ke bentuk fisik yang bisa di raba dan kasar. Bentuk fisik yang bisa terjangkau oleh perangkat indera manusia.    
            Syaiful M. Maghsri meyakini bahwa yang menjadi titik penting dari semua spiritualitas yaitu salah satu cara sempurna dalam menjalani ibadah, berdasarkan cinta, bukan karena menginginkan sesuatu keuntungan ataupun oleh ketakutan. Ini adalah jalan untuk memahami fakta yang mendalam tentang makna spiritualitas ketika dibandingkan dengan yang terlihat dari bentuk luarnya.
            Syaiful  menyadari tantangan terasa semakin berat jika memperhatikan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah. Sementara putaran roda zaman sedemikian kuat dan mendorong untuk menempatkan urusan agama (spiritualitas) sebagai kebutuhan sekunder. Amat sedikit ruang dan waktu yang diberikan kepada Syaiful untuk merenungkannya lebih mendalam bahwa dirinya adalah seorang makhluk Tuhan yang beragama dan sebenarnya hanya memiliki satu tugas, yakni beribadah. Untuk siapa pun yang menyadari makna penting dari kedudukan sebagai seorang hamba, tidak ada jalan lain kecuali menaati semua perintah-Nya. Allah berfirman, “Dan Aku Tuhan Kamu sekalian, beribadahlah kepada–Ku”(QS. Al–An Biya [21]:25), “ini adalah ganjaran bagi kamu atas usaha kamu yang bersyukur,”(QS. Al–Insan 76:22). Dengan pendek kata siapa pun yang taat, dialah yang beruntung, bahagia selama-lamanya. Tapi yang tak mau taat, maka rugi dan celakalah dia, sebab waktu yang telah berlalu tak dapat dipanggil kembali.
Namun demikian masih ada juga yang sampai kepada tujuannya dan berhasil mencapai apa yang dikejarnya. Renungan akan makna spiritualitas diperoleh Syaiful dengan cara memperhatikan bagaimana Syaiful mulai menemukan metode, alat dan perlengkapan yang diperlukan serta tekun meniti metodenya yang dijalaninya sehingga Syaiful benar-benar berada dalam lindungan dan bimbingan IIlahi. Keterikatan membuat tidak ada lagi alasan, apalagi berandai-andai untuk menemukan dalih dan bukti untuk memutuskan keterikatan hati dengan pencipta-Nya. Seketika itu akan bergerak lurus menempuh jalan keselamatan. Tidak ada lagi keraguan dan bimbang, benar-benar merasa aman dengan semua bisikan nurani akan keberadaan jalan Ilahi dan kekokohan syariat melalui suri teladan Nabi-Nya-sebagai satu-satunya jalan yang harus Syaiful tempuh dengan tulus. Untuk itu, menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya merupakan suatu kenyataan yang harus ditempuh Syaiful dengan keyakinan. Semuanya dijalani dengan kebersihan nurani dan kejernihan akal pikiran.
            Pengarahan semangat diri dan pengarahan segenap kehendak pada Allah harus dipandu seorang pembimbing. Lalu, apa yang harus dilakukan oleh seorang Syaiful M. Maghsri sebagai pembimbing peserta pelatihan Bioenergi yang begitu berhasrat dalam mengikuti jalan spiritual dan memusatkan diri pada Allah? Jawabannya sederhana: Syaiful membimbing setiap peserta pelatihan Bioenergi sesuai dengan tingkat energi  rohaninya. Orang yang memiliki persiapan tinggi menurut Syaiful adalah dapat langsung menempuh wilayah yang sempurna (al-walayah al-kamilah). Orang yang tingkat persiapannya lebih rendah dapat menempuh jalan yang lebih ringan dan tidak terlalu rumit. Dan orang yang kadar kondisi rohaninya lebih rendah lagi, ia dapat menempuh jalan sesuai dengan kemampuannya.

HAMBATAN - HAMBATAN DALAM PERJALANAN SPIRITUALITAS ITU

  Dalam menempuh jalan spiritualitas, hambatan-hambatan yang dihadapi Syaiful dalam perjalanannya adalah bagaimana belajar tentang akhirat dan metode-metode peribadatan, baik secara otodidak maupun melalui bimbingan alim ulama (guru). Syaiful tidak pernah berhenti mencari, diiringi dengan permohonan agar Allah senantiasa memberikan taufik-Nya. Dalam renungannya, Tuhan menyuruh Syaiful agar berhati-hati jangan sampai kufur, agar tidak melakukan bermacam-macam maksiat. Allah SWT telah menetapkan adanya pahala yang kekal bagi siapa pun yang mentaati-Nya, demikian pula sebaliknya, ia pun akan mendapat siksa yang kekal pula jika mendurhakai dan berpaling dari-Nya.
Setelah mengenal Tuhan, maka permasalahan selanjutnya adalah bagaimana Syaiful menemukan pola beribadah yang benar kepada-Nya. Masalah ini bukan saja berkenaan dengan perkara mengenai tatacara, namun lebih dalam dari itu, yakni menemukan sejumlah cara dan persyaratan yang dibutuhkan agar mampu berkhidmat kepada–Nya secara lahir-batin. Prosesnya secara teknis adalah Syaiful memperoleh keyakinan yang kokoh dengan bantuan tauhid, selanjutnya mempelajari ilmu fiqih, kemudian beribadah sesuai dengan tata aturan lahiriah dan akhirnya memperoleh makna batiniah dalam melakukan ibadah.

Dalam proses ini, maka hal segera tersibak dalam sanubari Syaiful M. Maghsri yang sedang menempuh jalan spiritual  yaitu terbukanya tirai kejahilan dan semangkin menyadari banyaknya dosa yang telah ia kerjakan. Pada tahapan ini, Syaiful harus menemukan kesucian diri dengan bertobat. Ia harus membersihkan diri dari maksiat, menyesali semua kekeliruan yang telah dilakukannya serta mohon agar semua dosanya diampuni Allah SWT. Syaiful memohon agar Allah SWT sudi membersihkan dirinya dari kotoran-kotoran dosa, ia harus mengenali betul semua jenis maksiat yang telah  dilakukannya dan harus menempuh sejumlah tatacara agar tobatnya bisa disebut dengan taubatan nashûhâ- tobat yang sebenar-benarnya tobat. Setelah sejumlah tata cara dan prosedur tobat telah dilakukan, maka Syaiful M. Maghsri merasa rindu untuk melakukan ibadah dan semangkin kokoh untuk menempuh jalan spiritual. Syaiful merenung kembali dan tiba-tiba disekitarnya terdapat hambatan-hambatan yang mengepung dirinya, menghalanginya untuk konsisten dan fokus di jalan ibadah.

            Hambatan-hambatan yang dialami Syaiful antara lain berupa dunia, makhluk,  setan serta hawa nafsunya sendiri. Untuk mengahadapinya tak ada pilihan lain, kecuali harus menjauhkan dan menyingkirkan hambatan-hambatan ini agar mampu mencapai tujuan jalan spiritual. Inilah yang disebut “mengenal hambatan menuju jalan spiritual”. Dalam hal ini, Syaiful harus meniti jalan spiritual seperti di bawah ini:  
Pertama, tajarrud‘anid-dunya (membulatkan hati, sampai tak bisa ditipu oleh dunia).
Kedua, memelihara diri supaya tidak bisa disesatkan oleh makhluk.
Ketiga, memaklumkan perang kepada setan (sebab kalau tidak diperangi, setan akan terus saja menghalangi)
Keempat, menaklukan nafsu sendiri. Ini merupakan hal yang paling susah sebab tidak bisa dikikis habis sama sekali dan tentunya tidak mungkin terjadi. Hal yang harus dilakukan adalah mengarahkan dan mengelola nafsu menuju ke arah yang benar dan lebih baik. Nafsu memang ada gunanya, namun hal itu jangan sampai menguasai kita. Setiap orang takkan bisa mengikis habis hawa nafsunya sama sekali. Jika memang bisa, celakalah dia karena bisa jadi dia bukan manusia lagi.
            Setelah menyadari semua ini, kini Syaiful M. Maghsri akan dihadapkan dengan sejumlah hambatan-hambatan yang mungkin saja dapat menjatuhkannya ke dalam jurang curam dan gagal menemukan tujuan jalan spiritualitasnya. sejumlah hambatan itu antara lain :
Pertama, rezeki. Masalah yang akan ia hadapi adalah sejumlah pertanyaan seperti : bagaimana makanku, pakaianku, bekal keluarga dan sebagainya.
Kedua, sejumlah kekhawatiran mengenai berbagai kemungkinan bahaya yang mungkin ia temui yang berujung pada kebimbangan tiada henti.
Ketiga, prediksi mengenai terjadinya bermacam-macam kesulitan dan masalah. Disini ia bertekad untuk melawan setan dan menundukkan nafsunya yang amat besar sebagai akibat dari kebimbangan yang menerpa dirinya.
Keempat, masalah kesiapan menghadapi sejumlah takdir Allah yang tidak semuanya terasa manis. Sebab yang manis menurut manusia belum tentu manis menurut Allah, demikian pula sebaliknya yang terasa pahit menurut akal sehat manusia belum tentu pahit menurut Allah.
            Inilah yang dimaksud  dengan metode kempat yakni menaklukan godaan. Dalam tahapan ini, hal yang dipertaruhkan Syaiful adalah tingkat dan derajat ketawakalannya dan keridaannya kepada semua takdir Allah. Tentu saja takdir ini ia terima dengan ridho setelah HM. Syaiful M. Maghsri bekerja keras dan berjuang sepenuh tenaga. Setelah semua godaan berhasil ia lalui, maka dengan izin Allah SWT Syaiful telah lulus menempuh tanjakan ini. Dengan izin Allah pula, ia mampu kembali ke jalan spiritual.
            Tantangan selanjutnya adalah bahwa setelah Syaiful merasakan nikmatnya beribadah, Syaiful kembali merasakan kelesuan, lemah, malas, tidak bersemangat dan tidak terdorong untuk beramal sosial sebagaimana mestinya. Ia kembali dihadapkan pada hambatan nafsu yang mengarah pada sikap lalai dan senang-senang, istirahat, menganggur serta tidak mau bekerja keras. Bahkan dalam keadaan ini, ia memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal yang tidak ada gunanya bahkan mengarah kepada bencana dan memperbodoh diri. Lama kelamaan nafsu menguasai dirinya sehingga amatlah mudah ia melakukan tindakan jahat dan durhaka.
            Dalam keadaan ini, Syaiful M. Maghsri harus mampu mempertahankan motivasinya untuk terus beribadah dengan memasuki maqam khauf dan rajâ’ (harap dan cemas). Ia selalu berharap mendapatkan ganjaran besar dari Allah SWT. Syaiful juga menyadari dengan sepenuh hati untuk mengkhawatirkan segala siksanya kelak sebagai ganjaran dari semua perbuatan maksiatnya selama ini. Inilah yang dimaksud dengan metode kelima yakni membangkitkan motivasi-motivasi yang akan mendorong Syaiful untuk konsisten di jalannya. Dengan khauf dan rajâ’, insya Allah akhirnya ia mampu kembali ke jalan spiritual dengan selamat.
            Meskipun demikian, segala susah payah yang telah Syaiful M. Maghsri jalani tidak serta merta menjadikannya lulus sebagai ‘ahli spiritual’. Ia harus tetap hati-hati dengan dua hama perusak nilai spiritual, yaitu riya dan ujub. Boleh jadi sewaktu-waktu ia berpura-pura dengan ketaatannya agar terlihat baik oleh manusia lain. Atau bisa jadi ia berhasil mencerca dirinya sendiri agar tidak riya, tetapi kemudian ia terkena penyakit sombong (ujub). Dan pada akhirnya, kesombongannya itu merusak dan menghancurkan spiritualnya. Disinilah Syaiful dihadapkan dengan metode Keenam, yakni mencoba untuk ikhlas.
            Ikhlas artinya memurnikan ibadah, membuang semua jenis kesombongan dan takabbur. Pada tahapan ini, kewaspadaannya bertambah seiring dengan perlindungannya oleh Allah SWT. Ia sedemikian tenggelam,‘asyiq-ma‘syûq bersama Allah SWT. Syaiful M. Maghsri  dengan mudah merasakan kebaikan-kebaikan–Nya berupa karunia taufiq dan pemeliharaan–Nya berupa pengokoh motivasi. Demikianlah pula takzim dan tahrim dari sesama manusia. Sejumlah penghormatan itu lama-kelamaan menjadi bagian penting dalam kehidupannya. Ia dimuliakan, dihormati dan sangat banyak manusia berterimakasih kepadanya atas semua petunjuk dan suri teladan yang ditunjukkan dalam amal sosialnya. Keadaan ini sewaktu-waktu bisa saja menjadikannya lupa berterimakasih kepada Allah SWT sehingga pada akhirnya ia bisa jatuh ke dalam kekufuran sebagai akibat karena sering ‘lupa bersyukur’. Agar terhindar dari godaan seperti ini, maka Syaiful harus memasuki ‘aqobah’ selanjutnya, yakni metode ketujuh. Inilah ‘aqobah terakhir yang akan meneguhkannya sebagai seorang yang benar-benar menempuh jalan spiritualitas, sedapat mungkin ia memperbanyak puji dan syukur atas nikmat-nikmat yang dikaruniakan–Nya.

Setelah Syaiful selesai menempuh tanjakan yang terakhir ini, ia turun ke dataran. Syaiful bertemu dengan maksud dan tujuan spiritualitasnya. Ia mulai memasuki dataran karunia dan padang rindu serta halaman mahabbah. Setelah itu Syaiful memasuki taman keridaan, kebun kecintaan dan kehangatan hati  hingga sampailah ia di hamparan kegembiraan, kedekatan martabat, tempat munajat, beroleh pakaian kehormatan dan kemuliaan. Ia  merasa benar-benar merasakan nikmat yang hakiki. Meski raganya masih di dunia, tetapi hatinya merasa sudah kokoh berada di akhirat.


KETAATAN SEBAGAI JALAN SPIRITUALITAS



Di dalam kehidupan kita selalu dihadapkan pada pilihan. Kita merasa tidak berdaya oleh banyaknya pilihan yang harus kita pilih. Kebebasan tampak bagaikan musuh walau terkadang bisa bermanfaat sebagai teman. Betapa pun kita menyukai, kita juga kadang-kadang merasa terkutuk olehnya. Apa gunanya semua pilihan itu, kalau kita gagal memilih apa yang baik, tepat dan benar. Kita boleh berbicara dan menulis apa pun yang masuk ke dalam pikiran, meskipun itu salah, jorok atau menebarkan kebencian. Kita boleh mengejar minat apapun yang kita inginkan selama hal itu tidak merugikan orang lain.
Kemerdekaan sejati didapatkan Syaiful dengan menyerahkan segenap keberadaan dirinya kepada Allah, serta mengabdikan kehendaknya dalam sebuah kehidupan yang penuh dengan ketaatan. Inilah yang disebut sebagai pengorbanan diri sendiri. Pilihan tersebut tampak menarik bagi Syaiful; hanya ada satu pilihan hidup yang cukup tepat, yaitu hidup dalam ketaatan. Sesungguhnya inti dari pengabdian kehidupan manusia adalah kerelaan hati kita sendiri. Hal ini tergambar dari tindakan menerima dengan sepenuh hati yang dikombinasikan dengan tindakan ketaatan secara sempurna, tanpa mempertanyakan sebuah tugas atau misi, serta upaya menyelesaikan penugasan kita sebagai hamba-Nya.
Syaiful menyatakan bahwa kehendak Allah bagaikan sebuah bingkisan hadiah yang tersedia bagi umat-Nya. Meskipun ada banyak hadiah lain disana, belum tentu semua itu akan menjadi milik kita. Oleh karenanya, kita harus benar-benar pasrah, dalam artian apapun yang dikehendaki Allah, itulah yang terbaik bagi manusia.
Dalam kehidupan, faktanya kita terkadang bingung mana yang dikehendaki Allah dan mana yang bukan. Kehendak Allah biasanya berkaitan dengan apa yang sudah kita ketahui, bukan apa yang masih kita perkirakan. Oleh karena itu, kehendak Allah hanya memuat satu mandat yang jelas, yaitu bahwa kita harus menjadikan Allah sebagai pusat kehidupan kita. Seiring berjalannya waktu pada saat membuat pilihan inilah akan kita temukan kemerdekaan yang sejati. Kemerdekaan untuk hidup dalam ketaatan, itulah kehendak Allah bagi kita semua.
Ketaatan yang dipaksakan menunjukkan teologi yang keliru. Kita mengira bahwa kehidupan sejati diperoleh melalui apa yang kita korbankan bagi diri sendiri, bukan melalui apa yang kita berikan kepada Allah. Oleh karena itu, taati perintah-perintah Allah, sebagaimana Allah menganugerahkan rezeki-Nya kepada kita.  Perintah-perintah itu merupakan bagian yang tak bisa dihindarkan, meskipun bukan hal yang menyenangkan. Oleh karenanya, kita harus memenuhi kewajiban kita terhadap Allah dan ketika sesudah selesai, barulah kita bisa menjalani kehidupan ini dengan lebih nikmat.

Menurut Dr. HM. Syaiful M. Maghsri,DN.Med.,M.Ph , Allah menuntut kita mematuhi pola ketaatan yang sama dalam kehidupan sehari-hari supaya kita bisa menikmati kemerdekaan yang lain. Besarnya kepatuhan kita dalam mengerjakan segala hal dalam kehidupan ini akan menentukan hasilnya kelak. Kualitas persahabatan kita sebagai contoh, akan membawa dampak terhadap keputusan kita dalam pacaran maupun pernikahan. Kalau kita gagal menghormati dan menghargai sahabat-sahabat kita, kecil kemungkinan kita akan memperoleh pasangan hidup yang baik bagi diri sendiri, apalagi menjadi pasangan hidup yang baik bagi orang lain.

Ketekunan dalam belajar akan memastikan keberhasilan dalam profesi apapun yang kita jalani. Kalau kita gagal dalam studi, kita tidak akan pernah mendapatkan apa yang pernah kita impikan untuk dicapai. Integritas dalam karakter, ketrampilan dasar dalam membaca dan menulis, kasih sayang dan kesetiaan dalam persahabatan,dan hidup yang saleh secara universal sangat relevan dimanapun kita tinggal dan apapun yang kita kerjakan. Ketaatan adalah kehendak Allah bagi hidup kita dan ketaatan membawa kita kepada kemerdekaan.
Menurut Syaiful, kita harus menghormati dan menghargai terhadap apa yang sudah dihasilkan oleh kemerdekaan dalam kehidupan. Itulah kemerdekaan untuk menjalani hidup bagi Allah, kebebasan untuk mematuhi kehendak Allah. Satu-satunya jalan yang harus kita jalani mungkin membatasi kebebasan seperti didefinisikan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Kalau kita lebih dahulu mencari ridho Allah dan kebenarannya, kita akan melakukan kehendak Allah dan menikmati kemerdekaan yang sejati.

BERPIJAK DAN MENINGGALKAN MASA LALU


Masa lalu telah menjadikan Syaiful M. Maghsri seperti saat ini. Ia tidak bisa melakukan apa pun untuk mengubahnya atau mengubah dampaknya terhadap hidupnya sekarang. Masa depan menyimpan rahasia tentang apa yang akan terjadi pada masa mendatang dan tidak ada yang dapat Syaiful lakukan untuk mengendalikan, mengetahuinya atau bahkan meramalkannya. Syaiful tinggal dalam ketegangan antara masa lalu dan masa depan, seperti sebuah penjepit kertas yang ditarik oleh dua magnet yang sama kuatnya. Ia hanya memiliki masa kini untuk dijalani. Masa lalu yang tidak dapat diubah telah tinggal dalam memorinya sedangkan masa depan yang tidak dapat diramalkan mulai tinggal dalam imajinasinya. Ia hanya bisa merasakan sesuatu yang pasti, yaitu bahwa Syaiful hanya memiliki masa sekarang.
Menurut Syaiful M. Maghsri, Allah tidak terikat oleh masa sekarang seperti kita. Dia berada jauh di atas waktu dan zaman serta tinggal dalam kekekalan. Kita tidak berada diatas waktu, kita terikat olehnya bahkan kita tidak mampu mengubah masa lalu kita. Meskipun masa lalu kita mempengaruhi kita karena serangkaian konsekuensi dari pilihan-pilihan yang pernah kita buat, suatu saat dan sekarang kita tidak bisa memutarnya kembali. Banyak diantara pilihan-pilihan atau keputusan-keputusan itu yang kita buat sendiri, masing-masing pilihan itu memiliki konsekuensi yang akan selalu mempengaruhi kehidupan disepanjang sisa hidup kita. Kita tidak akan pernah tahu ‘apa dan bagaimana kelanjutannya’ sebelum kita benar-benar mengalami konsekuensi tersebut. Mungkin saja kita dapat menikmati kebahagiaan pernikahan selama enam puluh tahun, tetapi bisa juga kita kehilangan pasangan hidup kita sesaat setelah pernikahan.
Sebagian besar yang terjadi dalam kehidupan kita dapat tergantung pada satu keputusan atau peristiwa, yang pada saat terjadinya seakan-akan tidak terlalu penting. Pilihan-pilihan atau keputusan kita juga memberi dampak kepada orang lain. Pilihan yang buruk juga tentu akan membawa konsekuensi buruk, begitu juga sebaliknya. Konsekuensi dari pilihan-pilihan kita seringkali bersifat permanen dan tidak bisa diubah lagi. Tetapi, apakah keadaan masa lalu selalu menjadi dasar keputusan seseorang?
Pada dasarnya setiap orang bisa membuat keputusan, bahkan di dalam situasi apa pun, baik secara mental maupun spiritual. Sama seperti Syaiful; ia bisa mempertahankan wibawa kemanusiaannya bahkan pada saat konsentrasi di satu titik. Banyak diantara kita yang suka melakukan hal yang sama dengan  masa lalu. Kita hanya menjadi apa yang diizinkan oleh masa lalu kita dan kita membiarkannya untuk menentukan nasib kita. Tentu saja dalam lingkungan yang ideal dan sempurna, ini bisa menjadi pilihan yang menarik, yaitu jika kita berasal dari latar belakang yang kaya, makmur dan bahagia. Tetapi faktanya, tidak setiap orang berasal dari latar belakang yang begitu menguntungkan dan sempurna, sehingga banyak orang ingin mengubah kehidupannya sesuai dengan impiannya.
Ketika di masa lalu kita membuat pilihan hidup yang salah, hal ini takkan mudah dihapus begitu saja, semudah membalikkan telapak tangan. Biarkan masa lalu mengendalikan diri kita sekarang sebagai bahan refleksi dan instrospeksi diri menjadi lebih baik. Setidaknya ada dua cara untuk membiarkan masa lalu mengendalikan diri kita. Pertama adalah dengan hidup bersama penyesalan dan Kedua adalah hidup bersama kepahitan. Setiap manusia pasti pernah menjalani hidup dengan membuat pilihan-pilihan yang salah, misalnya menjalani masa muda yang sembrono, membuat keputusan bisnis yang buruk atau prestasi akademik yang buruk saat kuliah. Tentunya orang-orang yang membuat keputusan bodoh seperti ini akan merasakan penyesalannya suatu saat nanti.  
Syaiful M. Maghsri sendiri juga menyesal atas pengalaman hidupnya di masa lalu. Ia berharap dapat mengubah masa lalu namun harapannya itu tidak akan pernah bisa terpenuhi. Masa lalu berada di luar jangkuannya sehingga  tidak mungkin diubah lagi. Penyesalan ini terasa layaknya kehilangan pusaka keluarga yang sangat berharga. Seseorang hanya bisa mengulang-ngulang penyesalan “kalau saja”. Sebagai contohnya : kalau saja saya dulu tidak memilih pekerjaan itu, kalau saja saya bisa meluangkan waktu lebih banyak bersama anak saya, kalau saja saya sudah berhenti merokok dan sebagainya.
Penyesalan memiliki makna yang hampir sama dengan kepahitan, hanya berasal dari sumber yang berbeda. Penyesalan biasanya melibatkan keputusan yang telah kita ambil secara pribadi, sedangkan kepahitan biasanya berasal dari pilihan/keputusan yang dibuat oleh orang lain. Kepahitan muncul ketika kita menyadari bahwa kita sudah diperlakukan secara tidak benar. Kepahitan bisa mengubah pikiran seseorang menjadi sebuah lubang emosi  (kemarahan) dan keinginan untuk balas dendam yang tidak bisa dihindari.
Tidak ada cara apa pun yang bisa Syaiful lakukan untuk mengubah masa lalunya. Penyesalan, kepahitan atau pun balas dendam takkan bisa mengubah apa yang sudah terjadi walaupun beribu kali ia ucapkan, “kalau saja”. Ia akan menjadi tawanan dalam sukmanya yang gelap, tercekik oleh pemikiran-pemikirannya sendiri yang menekan. Kesedihan dan kepahitan telah membuat Syaiful terbelenggu pada masa lalunya.
Kegagalan-kegagalan yang dialami Syaiful telah memberikan petunjuk bagi panggilan hidupnya. Ia menyadari bahwa setiap orang pasti pernah  diwarnai oleh cacat masa lalu yang tidak bisa mereka ubah atau kembalikan menjadi baik lagi. Karena kesukaran-kesukaran pada masa lalu itulah, Syaiful M. Maghsri kini telah menjadi orang yang besar karena mau berkorban dan berpengaruh bagi masyarakat.
Syaiful harus maju terus tanpa peduli berapa besarnya kepedihan akibat peristiwa masa lalu. Ia sadar tidak bisa mengubah segala hal yang sudah terjadi. Ia memiliki kekuatan tangannya, ia bisa mempercayakan kepada Allah untuk menembus masa lalu. Allah bisa menembus atau membereskan masa lalu kita, apabila kita menginginkannya. Dia memulihkannya dengan memanfaatkan yang jahat dari apa yang telah terjadi untuk mencapai sesuatu yang baik dan anugerahpun akan datang kepada manusia.
Allah akan membuat karya anugerah itu dalam kehidupan kita, asalkan kita mau melakukan 3 hal ini, yaitu memohon ampun (bertobat), mengampuni sesama serta menantikan Allah membereskan semua demi kebaikan. Pengampunan tidak datang begitu cepatnya atau selalu berakhir dengan bahagia. Pengampunan adalah  suatu proses, bukan sebuah peristiwa. Pengampunan adalah keputusan hati bukan emosi yang kita rasakan. Mungkin kita perlu mengampuni seseorang berulang kali karena satu kesalahan yang telah menyakiti kita. Dengan hal ini, Allah pun takkan ragu untuk mengampuni dosa-dosa kita sesuai dengan keikhlasan yang telah kita berikan kepada sesama.
Masa lalu telah berlalu dan sudah terjadi, tetapi Allah selalu ada dan sempurna, baik di masa lalu, sekarang atau pun di masa yang akan datang. Kalau kita datang kepada-Nya, kita akan segera berada di pusat kehendak-Nya, tanpa peduli apapun situasinya. Anugerah-Nya akan menuntun kita dalam kehidupan bahagia dan memerdekakan kita dari segala kepahitan, asalkan kita memiliki kesabaran untuk menunggunya dan selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik bagi sesama dan Allah sendiri.

dan terakhir, yaitu tinggal MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN :)

Dikutip dari " www.pelatihanspiritual.com "

Continue Reading...

Followers

Follow The Author